Senin, 01 November 2010

Tugas Makalah IBD. Peran Budaya Daerah memperkokoh ketahanan Budaya Nasional

PERAN BUDAYA DAERAH MEMPERKOKOH KETAHANAN BUDAYA NASIONAL

ILMU BUDAYA DASAR

Dibuat oleh : STIRA PANUT

Kelas : 1EA21

NPM : 16210698

Program Sarjana Ekonomi Manajemen

Jurusan Manajemen

UNIVERSITAS GUNADARMA

BEKASI

2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga saya bisa membuat makalah Ilmu Budaya Dasar sebagai penunjang nilai mata kuliah tersebut. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih pada semua rekan, saudara, handai taulan, kerabat, partner n khususnya keluarga sendiri yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Peranan budaya lokal memang perlu dipelajari, digali dan dilestarikan guna mempertahankan dan memperkokoh persatuan bangsa yang beraneka ragam dan BERBHINEKA TUNGGAL IKA, berbeda-beda tetapi tetap satu bangsa Indonesia.

Kita semua tahu bahwa Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan keanekaragaman budaya. Budaya lokal merupaka akar dari pada budaya bangsa. Oleh karena itu alangkah baiknya jika kita turut serta dalam upaya melestarikannya guna mempertahankan kekokohan budaya bangsa kita tercinta ini. Seni dan budaya merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan Indonesia dikancah international. Dan didalam negeripun bisa sangat berguna terutama untuk mempersatukan perbedaan-perbedaan yang ada dengan cara pertukaran seni dan budaya antar daerah, pertunjukan musik, konser amal, wayang golek, lukisan, tarian, lagu daerah dan nasional, serta warisan budaya dari nenek moyang kita yang lainnya.

Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih atas tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yg telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada Dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Penulispun memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini membuat banyak kesalahan baik yanga disengaja maupun tidak disengaja.

Bekasi, Oktober 2010

(Penyusun)

DAFTAR ISI

Pernyataan........................................................................................... i

Kata pengantar.....................................................................................ii

Daftar isi..............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................1

1.2 Tujuan...............................................................................2

1.3 Sasaran..............................................................................2

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Permasalahan....................................................................3

2.2 Analisis SWOT.................................................................3

a. Strengths (Kekuatan)..............................................4

b. Weaknesses (Kelemahan).......................................5

c. Opportunities (Peluang)..........................................6

d. Threats ( Tantangan)...............................................7

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan........................................................................8

3.2 Rekomendasi.....................................................................9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan ciri dari suatu bangsa yang terbentuk dari unsur-unsur masyarakat yang terdiri dari berbagai macam jenisnya. Baik dari musik, tarian, lukisan, pakaian, lagu, norma, dan masih banyak lagi. Atau dapat juga dikatakan bahwa budaya bangsa tercipta karena perpaduan budaya lokal. Sebagai suatu bangsa, perhatian kita terhadap seni dan budaya daerah sangat kecil, sehingga perlu adanya sosialisasi, himbauan, dan upaya-upaya untuk melestarikannya dengan melibatkan mahasiswa dan lembaga-lembaga kebudayaan daerah agar memperkokoh dan mempertahankan budaya nasional.

Sehubungan dengan keprihatinan itu, mau tidak mau harus disadari dan diakui bahwa eksistensi seni dan budaya daerah di Indonesia semakin lama semakin tergerus oleh ekspansi seni dan budaya global. Apabila hal ini terus berlangsung, maka kita semakin tidak apresiatif terhadap seni dan budaya daerah, yang pada gilirannya akan terasing dari seni dan budaya sendiri, sehingga akan kehilangan jati diri. Oleh karena itu, berbagai upaya harus dilakukan untuk melestarikan seni dan budaya daerah di tengah-tengah perubahan zaman dan pengaruh budaya asing yang semakin gencar di Indonesia.

Contohnya adalah pada masyarakat di kota besar. Banyak dari penduduknya mulai meningalkan bahasa Indonesia yang baik dan benar karena mulai mengunakan bahasa Inggris dan juga bahasa gaul yang terdengar lebih menarik. Namun dikhawatirkan para kaum muda juga ikut terpengaruh yang lalu berakibat kaum muda tidak lagi tertarik pada budayanya sendiri yang pada akhirnya kebudayaan bangsa ini lambat laun akan hilang tertelan zaman.
Nilai-nilai luhur yang terdapat pada budaya kita dapat kita jadikan sebagai penyaring budaya-budaya yang saat ini kian dan maki deras menghujam bangsa kita. Perkembangan IPTEK juga merubah pola pikir kita untuk tetap mengikuti zaman. Tetapi alangkah baiknya jika kita dapat menggandengnya dengan budaya bangsa kita sendiri yang dapat kita jadikan sebagai pedoman agar kita tidak terjerumus dalam kemudahan dan kebebasan yang kita peroleh dari kemajuan zaman ini.

Hal ini didasari oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang memiliki kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya menjadi penerus kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan berbudaya dan bernegara Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah demi memperkokoh ketahanan budaya nasional.

1.2 Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mengoptimalisasi peran mahasiswa dan lembaga kebudayaan daerah dalam memperkokoh ketahanan budaya nasional antara lain :

1. Memenuhi tugas kuliah dan memperoleh nilai yang memuaskan untuk mata kuliah Ilmu Budaya Dasar

2. Memberikan sedikit pandangan kepada masyarakat tentang permasalahan yang kerap terjadi dalam lingkungan bangsa Indonesia ini.

3. Menambah Ilmu Budaya bangsa dan ikut membantu melestarikannya demi kepentingan bangsa
4. Budaya daerah bisa memperkokoh ketahanan nasional yang mulai terkikis oleh derasnya arus globalisasi dan kemajuan IPTEK

5. Mengajak masyarakat dan pembaca untuk melestarikan seni dan budaya daerah

1.3 Sasaran

Sasaran utama pembuatan makalah ini adalah untuk kita bisa memahami budaya daerah tersebut dan memperkokoh ketahanan budaya nasional. Ditujukan untuk semua kalangan masyarakat Indonesia khususnya generasi muda sebagai pewaris kebudayaan nenek moyang. Maka dari itu seyogyanya kita ikut turut serta dan berpartisipasi dalam melestarikan budaya daerah demi terciptanya pertahanan budaya nasional yang kokoh dan abadi.

BAB II

PERMASALAHAN

2.1 Permasalah

Banyak sekali permasahan yang dihadapi masyarakat dan penulis dalam peranan budaya daerah memperkokoh budaya nasional. Contohnya adalah kita sebagai bangsa Indonesia mempertahankan batik sebagai ciri khas pakaian nasional Indonesia dan sudah dipatenkan. Tentu saja ini menambah koleksi budaya bangsa dibidang textile. Walaupun negara kita sering kecolongan budaya, misalnya reog ponorogo diakui Malaysia sebagai budaya tarinya. Tapi kita tidak boleh patah semangat dalam mempertahankan kebudayaan Indonesia.

Lingkungan seni dan budaya semakin dipengaruhi oleh globalisasi. Kita semakin menyadari implikasi globalisasi terhadap perkembangan seni dan budaya Papua sehingga harus memiliki sebuah komitmen terhadap diri sendiri bagi perkembangan dan pembangunan system industri budaya di Papua sebagai sebuah filosofi praktis yang menghubungkan seni dan budaya kepada fakta-fakta kualitas keragaman khasanah seni dan budaya Papua. Dibutuhkan sebuah kebijakan kolektif dari para pelaku dalam system industri budaya di Papua untuk mewujudkan komitmen ini.

2.2 SWOT Analysis

Ketrampilan komunikasi dalam hubungannya dengan ketahanan dan pengembangan organisasi muncul sebagai pokok utama bagi pengembangan profesionalisme, sementara kapasitas orang-orang akan mengarahkan situasi ini kepada ketrampilan komunikasi lintas budaya. Hubungan komunikasi suatu lingkungan eksternal yang sukar dan sikap bermusuhan yang dipahami- akan dilakukan pendekatan dengan ketrampilan lebih relevan terhadap masyarakat local, memberikan suatu tatanan terhadap analisa tentang kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang/Analisa SWOT kepada lingkungan tempat analisa itu berlangsung.

Sementara analisa SWOT lebih merupakan perangkat-perangkat kasar, memungkinkan pengembangan parameter-parameter bagi perencanaan strategis dalam pengembangan profesionalisme bagi khasanah seni budaya Papua. Data dari riset ini memungkinkan rancangan dari unsur-unsur ini.
“Pasangan” pertama ( strength /weakness) mengaplikasikan persepsi-persepsi di dalam organisasi, pasangan kedua (opportunities /threats) mengacu kepada lingkungan tempat proses berlangsung berlangsung.

a. Strengths

Praktek-praktek dan organisasi-organisasi seni budaya Indonesia sudah mengalami sejumlah dekade perubahan dan reformulasi, sejak keterlibatan pemerintah pusat pertama kali di akhir tahun 1970-an dalam konteks seni masyarakat. Lalu berkembang ke dalam daftar Seni untuk suatu “kepentingan” melintasi semua bentuk kesenian di akhir 1980-an dan awal 1990-an, dan kemudian menjadi “pengaruh utama” kebijakan mulai sekitar akhir 90-an. Namun tidak demikian dengan perkembangan praktek-praktek dan organisasi seni budaya Papua. Sejumlah factor seperti minimnya SDM, minimnya informasi, referensi dan trauma telah menyebabkan praktek dan organisasi seni budaya Papua mengalami penurunan kualitas dan kwantitas baik dalam produk maupun aktivitas.

Para praktisi telah membangun ketrampilan mereka lewat kerja bermasyarakat dan sukarela, pendidikan-pendidikan formal, dan interaksi yang sedang berjalan dengan para rekan kerja. Kekuatan pemahaman diri mereka yang utama terhadap aktivitas-aktivitas profesional mereka—mayoritas mereka adalah ‘para amatir’, orang-orang yang bertanggung jawab terhadap aktivitas-aktivitas kreatif pendewasaan dan produksi program dan acara. Mereka melihat kekuatan mereka sendiri terbentang dalam ketrampilan-ketrampilan lintas budaya dan komunikasi, dalam kapasitas mereka untuk membantu di dalam pengembangan dan pelatihan dari para pekerja ( dan anggota masyarakat) yang lain, dalam bekerja dengan tim bentukan dan seniman lain, dengan organisasi sendiri, dengan klien dan jaringan masyarakat. Tentu saja wilayah kemampuan dari kapasitas relatif yang paling kuat terhadap pentingnya peran, adalah pengembangan dan pelatihan. Sementara mereka menghabiskan banyak waktu dan energi padanya dan mengembangkan keahlian mereka dalam peran ‘amatir’ mereka, mereka tidak memikirkan peran ini sekrusial ketahanan organisasi sebagai penghimpun dana.

Gambaran yang muncul kemudian merupakan bagian dari komitmen para praktisi, kebanyakan mereka tidak hanya bekerja di bidang ini untuk organisasi-organisasi mereka, tetapi juga sebagai para partisipan dalam badan-badan dan struktur-sturktur manajemen dari organisasi lain. Mereka merepresentasikan sejumlah komitmen dan bakat pada ‘ energi permukaan”.

b. Weakness

Meski demikian orang-orang yang bekerja dalam wilayah seni dan budaya memiliki energi dan komitmen, mereka menyatakan perhatiannya terhadap lingkungan keuangan yang sulit, dan mengidentifikasi kinerja pemerintah daerah yang mengubah dan membiayai sebagian organisasi sebagai masalah kritis. Singkatnya mereka menyatakan kepercayaan dan sikap yang sesungguhnya menunjukkan bahwa mereka kurang percaya terhadap diri sendiri. Mereka bekerja sendiri, terisolasi dan merasa tak ada pendukung.

Perluasan pasar bebas mengharuskan pemerintah daerah dalam kebijakannya memberikan dukungan menyangkut seni dan budaya, serta memberikan tekanan pada organisasi yang dibiayai untuk membangun mata rantai dengan sumber pendukung lainnya. ‘Sponsor’ menghadapi kebanyakan praktisi (terutama dalam peran managerial) lebih sedikit yang mampu menunjukkan prioritas pada diri mereka. Sedangkan dalam beberapa hal “suatu kelemahan’ individu, juga mencerminkan bahwa sesuatu dengan cepat mengubah lingkungan eksternal. Ada sedikit pendukung jaringan kerja dan sedikit sumber daya atau energi yang tersedia untuk membangun jaringan itu.

Tantangan untuk tetap bertahan bagi sebuah organisasi seni dan budaya dicerminkan di dalam kesulitan-kesulitan penting yang dihadapi. Banyak organisasi kecil dan praktisi harus melakukan banyak tugas-tugas yang tidak bisa ditinggalkan, bahkan ketika individu tersebut sedang melakukan latihan lanjutan.

Mengenalkan potensi teknologi media baru untuk menawarkan sebuah solusi terhadap tantangan yang mereka hadapi, sekalipun begitu mereka menyadari bahwa mereka tidak selalu bisa secepatnya menguasai teknologi baru tersebut’. Ada pengertian tersendiri tentang kurva belajar’ jika dihubungkan dengan teknologi baru. Sebagai tambahan, teknik perencanaan dan pengendalian berbagai hal keuangan- yang semakin diintensifkan dalam aturan-aturan perpajakan baru- merupakan sebuah “gangguan” bagi mereka yang intensitasnya semakin meningkat., Sebab mereka hanya memiliki sedikit pengalaman strategi yang cukup untuk menerapkan teknik ini secara efisien dan efektif.

c. Opportunities

Dengan energi dan pengetahuan dalam bidang dan pernyataan untuk memberikan dukungan agar memungkinkan seni praktis di Papua menjadi lebih efektif, suatu program pengembangan yang fleksibel dan inovatif sebagai sebuah pilot project pantas dipertimbangkan. Program seperti ini memerlukan fleksibelitas, masyarakat pengguna yang belajar strategi, menawarkan potensi sebagai panutan untuk dilanjutkan di luar periode dan wilayah dari segla kursus spesifik , dan menggunakan teknologi informasi. Kurikulum ini akan membawa bersama-sama perencanaan strategis ketrampilan, pengembangan komunitas dan pengetahuan budaya, dan strategi pembelajaran secara fleksibel. Program akan meliputi pelajaran work-based, kapan waktu memulai dan mengakhiri sebuah pekerjaan sehingga tanggung jawab kerja lain tidak terlupakan. Dengan kritis, program akan membangun model jaringan pendukung, dan memudahkan proses lanjutan dalam kelompok yang belajar hubungan setelah periode yang formal telah disimpulkan.

Jika kelompok utama dalam pilot project ini dapat bertahan mereka akan cenderung untuk melakukan sesuatu pendekatan yang lebih jauh dalam membangun prinsip-prinsip komersialistis dengan sponsor, pemeliharaan partnerships dalam rangka meningkatkan semuan praktek organisasi tersebut dan ketahanan dari sebuah kelompok kesukuan. Sebagai contoh, beberapa organisasi seni budaya di pulau Jawa sudah mengadopsi pendekatan ini [yang dimulai oleh Yayasan Kelola dengan sukses dan juga telah menyatukan pembangunan berbagai model jaringan kerja.

Beberapa tahun yang lalu, pelajaran fleksibel dan kolaboratif, penggunaan teknologi media baru, dan strategi mentoring, semua telah dikirimkan dalam cara-cara yang mengijinkan aktivis dan praktisi, bahkan mereka yang masyarakat modern dan pedesaan, untuk mengambil keuntungan dari peluang baru yang ditawarkan itu. Program seperti itu juga memudahkan penyampaian oleh pemerintah tentang sasaran hasil dan informasi kebijakannya serta bagaimana memperoleh akses ke pendukungannya.

d.Threats

Lingkungan seni dalam masyarakat Papua telah menjadi lebih menantang lagi . Klaim bahwa masyarakat Papua saat ini adalah suatu masyarakat multicultural, tidak hanya dalam demografis tetapi juga dalam terminologi filosofis- telah mengubah harapan praktisi seni budaya. Terobosan pemerintah daerah dalam pembelanjaan program-program jangka panjangnya mengindikasikan bahwa kompetisi telah meningkat untuk dana terbatas. Dan kelompok yang trampil dalam menyambut peluang prioritas sekarang akan lebih sukses dibanding kelompok baru yang belum bisa bekerja pada sistem ini.

Simpang siurnya kebijakan yang dibuat juga mempengaruhi komitmen yang akan dan telah dibuat..Selagi pemerintah menekankan kesanggupannya untuk mendukung perkembangan seni budaya, investasi yang ada sering tidak sesuai kebutuhan yang diperlukan. Ini pertanyaan menyangkut keselarasan antara statemen pemerintah dan bantuan pemerintah. Keselarasan ini akan menghasilkan konsekwensi penting bagi kemampuan dan kapasitas organisasi kecil untuk mencapai tujuan artistik mereka. Meskipun demikian pertanyaan ini telah meningkatkan tekanan pada format seni dan badan profesional besar yang membiayai organisasi-organisasi kecil untuk memperlakukan dengan serius kenyataan dari kebutuhan pengembangan seni budaya Papua. Dalam istilah yang lebih rumit, mungkin menghasilkan lingkungan lebih ulet dan lebih kuat dalam jangka pendek, meskipun situasi tidak menunjukkan perubahan yang berarti sehingga sangat sedikit networking strategis tersedia untuk praktisi yang terus menerus merasa terisolasi .

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Penyair Belanda Lucebert mengatakan bahwa semua yang berharga tidak mampu bertahan (Smiers, 2008: 383). Pernyataan itu benar karena cocok untuk menggambarkan eksistensi seni dan budaya daerah di Indonesia yang semakin lama semakin tergerus oleh ekspansi budaya global. Namun demikian, bertolak dari kalimat penyair itu bagaimana pun juga kita harus melakukan berbagai hal dengan berbagai cara untuk mempertahankannya. Pelestarian seni dan budaya daerah merupakan salah satu strategi kebudayaan yang perlu dan penting dilakukan. Melalui pendokumentasian, pengkajian, dan penampilan seni dan budaya daerah, kita setidaknya dapat melakukan pelestarian dinamis, karena nilai-nilai yang terdapat dalam seni dan budaya daerah itu dapat diketahui, dipahami, dihayati, dan dihargai (apresiasi). Dari proses-proses itu pada gilirannya akan membuahkan hasil, yaitu adanya kesadaran kultural. Dengan adanya kesadaran kultural, seni dan budaya daerah dapat dikembangkan untuk tujuan-tujuan positif dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya pemahaman terhadap seni dan budaya daerah, kita akan dapat mengetahui dan menghormati adanya keanekaragaman budaya dalam masyarakat Indonesia, tidak terjebak pada etnosentrisme, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis yang kita cita-citakan dapat terwujud. Di akhir tulisan ini, saya ingin mengajak semua pihak untuk melestarikan seni dan budaya daerah. Mari kita berjuang untuk melestarikan seni dan budaya daerah dan memperkokoh ketahanan nasional. Semoga berhasil.

2. Rekomendasi

1. Pelestarian Seni dan Budaya Daerah dalam Rangka Memperkokoh Ketahanan Bangsa” yang diselenggarakan oleh Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Jawa Tengah. Semarang, 17 Juni 2009.

2. Edi Sedyawati (2007 dan 2008: vi) menyatakan bahwa penggunaan istilah budaya daerah untuk menyebut budaya suku-suku bangsa di Indonesia adalah tidak tepat, karena kata “daerah” mengesankan lawan dari “pusat”. Padahal di sini yang diperbedakan adalah budaya bangsa (= nasional) dan budaya suku bangsa. Budaya nasional tentunya tidak dapat disamaartikan dengan budaya pusat, karena ia juga merupakan budaya seluruh bangsa Indonesia, baik di pusat maupun di daerah. Lagi pula suatu budaya suku bangsa tidak dapat dikaitkan secara mutlak dengan satuan daerah administratif, karena ada sejumlah suku bangsa yang tinggal menyebar melintasi batas-batas administratif.

3. Mahasiswa yang dimaksud dalam tulisan ini adalah mereka yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi nonseni, bukan mahasiswa yang secara khusus menempuh pendidikan pada program studi tertentu di perguruan tinggi seni. Mahasiswa yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi seni, khususnya yang mengambil program studi seni tradisi dianggap telah berperan serta dalam pelestarian seni dan budaya daerah.

4. Lihat Setiadi, Elly M., Kama A. Hakam, Ridwan Effendi (2007) dan Koentjaraningrat (1986)

DAFTAR PUSTAKA

Kartodirdjo, Sartono. 1994a. Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1994b. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. Yogyakarta: Aditya Media.

Koentjaraningrat, 1984. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Cetakan ke-11. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Cetakan ke-6. Jakarta: Aksara Baru.

Rustopo, 2001. Gendhon Humardani Sang Gladiator: Arsitek Kehidupan Seni Tradisi Modern.Yogyakarta: Mahavhira.

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia: Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: Rajawali Press.

Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.