Senin, 21 November 2011

Tugas Makalah Ekonomi Koperasi, Kemiskinan Di Indonesia

TUGAS MAKALAH SOFT SKILL
KEMISKINAN DI INDONESIA
EKONOMI KOPERASI

Dibuat oleh : STIRA PANUT
Kelas : 2EA21
NPM : 16210698
Program Sarjana Ekonomi Manajemen
Jurusan Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga saya bisa membuat makalah Ekonomi Koperasi tentang Kemiskinan di Indonesia sebagai penunjang nilai mata kuliah tersebut. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih pada semua rekan, saudara, handai taulan, kerabat, partner n khususnya keluarga sendiri yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kemiskinan di Indonesia memang masih sangat dominan dibanding dengan masyarakat yang sudah sejahtera hidupnya dinegara yang kaya akan sumber daya alam ini. Pemerintah dalam hal ini bukannya tidak tahu akan kemiskinan warganya. Dengan segala daya dan upaya pemerintah berusaha memeratakan kesejahteraan penduduk untuk mencapai kesejahteraan bersama. Pemerintah juga harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau jumlah penduduk miskin bertambah.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih atas tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yg telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada Dosen mata kuliah Ilmu Ekonomi Koperasi yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah ini. Penulispun memohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini membuat banyak kesalahan baik yanga disengaja maupun tidak disengaja.


Bekasi, November 2011


(Penyusun)


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep tentang kemiskinan beraneka ragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga aspek sosial dan moral. Kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Juga diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Kemiskinan material atau kemiskinan konsumsi apabila seseorang tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak.
Indikator orang miskin yang definisinya masih kurang memadai karena;
1. Tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan;
2. Dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai;
3. Tidak bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor, bahkan bisa kontraproduktif.
B. Tujuan Pembahasan
1. Memberikan gambaran kemiskinan di Indonesia
2. Dengan mengetahui tingkat kemiskinan dan apa-apa saja yang menyebabkan kemiskinan akan bisa dengan mudah menentukan arah kebijakan
3. Untuk memenuhi syarat mata kuliah Soft Skill Ekonomi Koperasi di Universitas Gunadarma

BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep dan Indikator Kemiskinan Versi Pemerintah Indonesia
Masalah kemiskinan bisa ditinjau dari lima sudut, yaitu persentase penduduk miskin, pendidikan (khususnya angka buta huruf), kesehatan (antara lain angka kematian bayi dan anak balita kurang gizi), ketenagakerjaan,dan ekonomi (konsumsi/kapita). Bappenas (2004) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin ini, Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif.
Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Stepanek, 1985).
Indikator utama kemiskinan berdasarkan pendekatan di atas dapat dilihat dari :
1. kurangnya pangan, sandang, dan perumahan yang tidak layak
2. terbatasnya kepemilikan tanah dan alat produksi
3. kurangnya kemampuan membaca dan menulis
4. kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup
5. kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi
6. ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah
7. akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas
Indikator kemiskinan menurut Bappenas (2006) adalah terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan, terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi, terbatasnya akses terhadap air bersih, lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, lemahnya jaminan rasa aman, lemahnya partisipasi, dan besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi.
Keterbatasan kecukupan dan mutu pangan dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita, dan ibu. Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, dan kurangnya layanan kesehatan reproduksi, jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedangkan masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan, pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1 persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya. Asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial hanya menjangkau 18,74 persen (BPS, 2001) penduduk, dan hanya sebagian kecil di antaranya penduduk miskin.
Keterbatasan akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan ditunjukkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Keterbatasan kesempatan kerja dan berusaha juga ditunjukkan lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumahtangga. Keterbatasan akses layanan perumahan dan sanitasi ditunjukkan dengan kesulitan yang dihadapi masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering dalam memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai.
Keterbatasan akses terhadap air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air. Dalam hal lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah, masyarakat miskin menghadapi masalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluarganya untuk bekerja di atas tanah pertanian. Dilihat dari lemahnya jaminan rasa aman, data yang dihimpun UNSFIR menggambarkan bahwa dalam waktu 3 tahun (1997-2000) telah terjadi 3.600 konflik dengan korban 10.700 orang, dan lebih dari 1 juta jiwa menjadi pengungsi. Meskipun jumlah pengungsi cenderung menurun, tetapi pada tahun 2001 diperkirakan masih ada lebih dari 850.000 pengungsi di berbagai daerah konflik.
Lemahnya partisipasi masyarakat ditunjukkan dengan berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka. Dilihat dari besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi, menurut data BPS, rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumahtangga tidak miskin. Rumahtangga miskin di perkotaan rata-rata mempunyai anggota 5,1 orang, sedangkan rata-rata anggota rumahtangga miskin di pedesaan adalah 4,8 orang.
Berdasarkan berbagai definisi tersebut di atas, maka indikator utama kemiskinan adalah :
1. terbatasnya kecukupan dan mutu pangan
2. terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan
3. terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan
4. terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha
5. lemahnya perlindungan terhadap aset usaha dan perbedaan upah
6. terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi
7. terbatasnya akses terhadap air bersih
8. lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah
9. memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam
10. lemahnya jaminan rasa aman
11. lemahnya partisipasi
12. besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga
13. tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi, dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

B. Kriteria Kemiskinan Bank Dunia
Publikasi Bank Dunia (2001) berisi pembahasan komprehensif tentang agenda penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Salah satu tema yang dikemukakan adalah perlunya memperluas definisi, fakta, dan tujuan dari program anti kemiskinan. Selain “pujian” bahwa sampai dengan krisis 1997-98 Indonesia mampu mencapai hasil “spektakuler” dalam mengurangi jumlah penduduk miskin, Bank Dunia juga memberikan kritik bahwa pendekatan yang diterapkan Indonesia dalam penanggulangan kemiskinan terlalu menitikberatkan pada target angka. Garis kemiskinan misalnya, ditekankan pada pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam arti yang sangat sempit. Target angka dikombinasikan dengan pendekatan pembangunan yang bersifat atas-bawah telah mengesampingkan banyak dimensi kemiskinan yang meskipun sulit diukur, tetapi sangat penting. Dengan hanya melihat mereka yang secara statistik masuk dalam kategori di bawah garis kemiskinan, pendekatan ini menyempitkan ruang lingkup kemiskinan dan menjauhkan dari realitas penduduk miskin yang lebih dinamis.
Mengabaikan angka dan menjauhkan diri dari target matematik tentu juga tidak mungkin, karena bagaimanapun angka tetap diperlukan. Di lain pihak, terlalu menitikberatkan pada pencapaian target statistik juga tidak bijaksana karena terlalu menyederhanakan masalah. Bank Dunia kemudian merekomendasikan penggunaan indikator pembangunan internasional yang disusun oleh wakil dari komunitas internasional dan Indonesia termasuk salah satu anggotanya. Perluasan target penanggulangan kemiskinan seperti disarankan oleh Bank Dunia tersebut lebih terfokus pada kedalaman target yang telah ditetapkan selama ini. Pada dimensi standar kehidupan materiil misalnya, proporsi penduduk miskin tahun 1999 adalah 27%, sehingga kemungkinan target pada tahun 2004 adalah sebesar 13,5%. Pada dimensi sumber daya manusia dapat juga dikembangkan target misalnya angka tamat pendidikan dasar pada kelompok penduduk paling miskin, tingkat kematian bayi maupun tingkat kesehatan. Demikian pula akses terhadap prasarana, apakah akses kelompok paling miskin terhadap sumber daya air maupun sanitasi dapat ditingkatkan lima tahun mendatang. Peningkatan partisipasi kalangan penduduk miskin dalam keputusan politik setempat yang memengaruhi kehidupan mereka, melalui program tertentu, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya.
Selama kurun waktu 1975–1995 Indonesia telah berhasil dalam mengurangi kemiskinan terutama diukur melalui penurunan jumlah penduduk miskin dari 64,3% pada tahun 1975 menjadi hanya 11,4% pada tahun 1995. Pada tahun yang sama umur harapan hidup mengalami peningkatan dari 47,9 tahun menjadi 63,7 tahun, angka kematian bayi per seribu kelahiran bisa ditekan dari 118 menjadi 51, tingkat partisipasi sekolah dasar meningkat dari 75,6 menjadi 95, dan tingkat partisipasi sekolah menengah juga meningkat dari 13 menjadi 55%.
Ukuran yang digunakan untuk mengukur kemiskinan dengan paritas kekuatan pembelian, yaitu penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Tamar Manuelyan Atinc). Bank Dunia melaporkan bahwa 49% dari seluruh penduduk Indonesia hidup dalam kondisi miskin dan rentan menjadi miskin. Dalam hitungan per kepala, 49% dari seluruh penduduk Indonesia berarti 108,78 juta jiwa dari 220 juta jiwa penduduk Indonesia.
Di Indonesia pada tahun 1999, penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari sebanyak 7,7 persen. Namun, jika dihitung dengan menggunakan 2 dollar AS per hari ada 55 persen. Perbedaan angka yang jauh ini, yakni dari 55 persen ke 7,7 persen memiliki makna bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di atas 1 dollar AS per hari, tapi masih di bawah 2 dollar AS. Pemerintah harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau jumlah penduduk miskin bertambah.
Menurut Bank Dunia 2003, penyebab dasar kemiskinan adalah:
1. kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal;
2. terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana;
3. kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
4. adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung;
5. adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern);
6. rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
7. budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya;
8. tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance);
9. pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Secara umum, indikator untuk mengukur kaya, miskin, setengah miskin, hingga sangat miskin, sebaiknya dilakukan oleh masyarakat. Orang miskin yang aktif bekerja ini dalam terminologi World Bank disebut economically active poor atau pengusaha mikro. Dan meninjau struktur konfigurasi ekonomi Indonesia secara keseluruhan, dari 39,72 juta unit usaha yang ada, sebesar 39,71 juta (99,97%) merupakan usaha ekonomi rakyat atau sering disebut usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dan bila kita menengok lebih dalam lagi, usaha mikro merupakan mayoritas, sebab berjumlah 98% dari total unit usaha atau 39 juta usaha (Tambunan, 2002).
1.Usaha Mikro
Keberadaan usaha mikro, merupakan fakta semangat jiwa kewirausahaan sejati di kalangan rakyat yang bisa menjadi perintis pembaharuan. Menyadari realitas ini, memfokuskan pengembangan ekonomi rakyat terutama pada usaha mikro merupakan hal yang sangat strategis untuk mewujudkan broad based development atau development through equity. Disamping mengakomodasi pemerataan seperti disebut di atas, mengembangkan kelompok usaha ini secara riil strategis, setidaknya dilihat beberapa alasan yaitu: 1) mereka telah mempunyai kegiatan ekonomi produktif sehingga kebutuhannya adalah pengembangan dan peningkatan kapasitas bukan penumbuhan, sehingga lebih mudah dan pasti; 2) apabila kelompok ini diberdayakan secara tepat, mereka akan secara mudah berpindah menjadi sektor usaha kecil; 3) secara efektif mengurangi kemiskinan yang diderita oleh mereka sendiri, maupun membantu penanganan rakyat miskin kategori fakir miskin, serta usia lanjut dan muda. Tabel di bawah ini memperlihatkan peran strategis dari usaha mikro (oleh World Bank disebut economically active poor) dalam mengurangi kemiskinan.
Melihat peran dari usaha mikro yang sangat strategis, timbul pertanyaan mengapa usaha ini kebanyakan sulit berkembang. Untuk menelusuri hal tersebut, tabel di bawah ini akan menunjukkan berbagai persoalan yang menjerat para pengusaha mikro. Bagi pengusaha mikro, persoalan permodalan (aksesibilitas terhadap modal) ternyata merupakan masalah yang utama.
Jenis Kesulitan Usaha Mikro
Jenis Kesulitan IKR IK
1. Kesulitan modal 34.55% 44.05%
2. Pengadaan bahan baku 20.14% 12.22%
3. Pemasaran 31.70% 34.00%
4. Kesulitan lainnya 13.6% 9.73%
Sumber: Data BPS terolah (1999)
IKR: Industri Kecil Rumah Tangga
IK: Industri Kecil
Masyarakat lapisan bawah pada umumnya nyaris tidak tersentuh (undeserved) dan tidak dianggap memiliki potensi dana oleh lembaga keuangan formal, sehingga menyebabkan laju perkembangan ekonominya terhambat pada tingkat subsistensi saja. Kelompok masyarakat ini dinilai tidak layak bank (not bankable) karena tidak memiliki agunan, serta diasumsikan kemampuan mengembalikan pinjamannya rendah, kebiasaan menabung yang rendah, dan mahalnya biaya transaksi. Akibat asumsi tersebut, maka aksesibilitas dari pengusaha mikro terhadap sumber keuangan formal rendah, sehingga kebanyakan mereka mengandalkan modal apa adanya yang mereka miliki. Tabel data di bawah ini akan memperlihatkan realitas tersebut.





Darimana Modal Diperoleh
Uraian IKR IK
_ Modal Sendiri
_ Modal Pinjaman
_ Modal Sendiri dan Pinjaman 90.36%
3.20%
6.44% 69.82%
4.76%
25.42%
Jumlah 100% 100%
Asal Pinjaman
_ Bank
_ Koperasi
_ Institusi Lain
Lain-lain 18.79%
7.09%
8.25%
70.35% 59.78%
4.85%
7.63%
32.16%
Sumber: Data BPS terolah (1998)
C.Keuangan Mikro sebagai Peran Strategis
Salah satu cara untuk memecahkan persoalan yang pelik itu, yaitu pembiayaan masyarakat miskin pengusaha mikro, adalah melalui keuangan mikro. Di Indonesia sendiri hal itu bukan barang baru. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan sejak 100 tahun lalu pun sudah mengarah seperti itu. Dalam lingkup dunia, pendekatan kredit mikro mendapatkan momentum baru, yaitu dengan adanya Microcredit Summit (MS) yang diselenggarakan di Washington tanggal 2-4 Februari 1997.
MS merupakan tanda dimulainya gerakan global pemberdayaan masyarakat dengan penguatan dana kepada masyarakat dengan berdasarkan pengalaman dari banyak negara. MS juga memberi semacam semangat baru karena MS tidak hanya menampilkan keragaan keberhasilan kegiatan keuangan mikro dalam memberdayakan masyarakat (perekonomian rakyat), tetapi juga mematrikan suatu janji bersama untuk menanggulangi kemiskinan global sebanyak 100 juta keluarga (atau sekitar 600 juta jiwa).
Keuangan mikro berfungsi memberikan dukungan modal bagi pengusaha mikro (microenterprises) untuk meningkatkan usahanya, setelah itu usaha mereka akan berjalan lebih lancar dan lebih “besar”. Kebutuhan dana bagi microenterprises setelah mendapat dukungan modal itu akan meningkat, sehingga dibutuhkan Lembaga Keuangan Masyarakat (Mikro) yang dapat secara terus-menerus melayani kebutuhan mereka.
Dalam mengembangkan keuangan mikro untuk melayani masyarakat miskin (economically active poor) tersebut, terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan :
1. Banking of the poor
Bentuk ini mendasarkan diri pada saving led microfinance, dimana mobilisasi keuangan mendasarkan diri dari kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat miskin itu sendiri. Bentuk ini juga mendasarkan pula atas membership base, di mana keanggotaan dan partisipasinya terhadap kelembagaan mempunyai makna yang penting. Bentuk-bentuk yang telah terlembaga di masyarakat antara lain : Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), Kelompok Usaha Bersama, Credit Union (CU), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), dll.
2. Banking with the poor
Bentuk ini mendasarkan diri dari memanfaatkan kelembagaan yang telah ada, baik kelembagaan (organisasi) sosial masyarakat yang mayoritas bersifat informal atau yang sering disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) serta lembaga keuangan formal (bank). Kedua lembaga yang nature-nya berbeda itu, diupayakan untuk diorganisir dan dihubungkan atas dasar semangat simbiose mutualisme, atau saling menguntungkan. Pihak bank akan mendapat nasabah yang makin banyak (outreaching), sementara pihak masyarakat miskin akan mendapat akses untuk mendapatkan financial support. Di Indonesia, hal ini dikenal dengan pola yang sering disebut Pola Hubungan Bank dan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK).
3. Banking for the poor
Bentuk ini mendasarkan diri atas credit led institution di mana sumber dari financial support terutama bukan diperoleh dari mobilisasi tabungan masyarakat miskin, namun memperoleh dari sumber lain yang memang ditujukan untuk masyarakat miskin. Dengan demikian tersedia dana cukup besar yang memang ditujukan kepada masyarakat miskin melalui kredit. Contoh bentuk ini adalah : Badan Kredit Desa (BKD), Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP), Grameen Bank, ASA, dll.
Bentuk pertama (Banking of the poor) menekankan pada aspek pendidikan bagi masyarakat miskin, serta melatih kemandirian. Bentuk ketiga (Banking for the poor) menekankan pada penggalangan resources yang dijadikan modal (capital heavy), yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Sedangkan bentuk kedua (Banking with the poor) lebih menekankan pada fungsi penghubung (intermediary) dan memanfaatkan kelembagaan yang telah ada.
Desa hingga saat ini tetap menjadi kantong utama kemiskinan. Pada tahun 2004 dari 36,10 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia sekitar 60%-nya (24,80 juta jiwa) tinggal di daerah pedesaan. Pada tahun 2005, prosentase angka kemiskinan mengalami penurunan dari 36,10 juta jiwa menjadi 35,10 juta jiwa. Tabel berikut menggambarkan prosentase perubahan dan jumlah penduduk miskin antara kota dengan desa dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2005.
Tabel 1.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia
Menurut Daerah, 1996-2005
Tahun jumlah penduduk miskin (juta) persentase penduduk miskin
kota desa kota+desa kota desa kota+desa
1996 9,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17,47
1998 17,6 31,9 49,5 21,92 25,72 24,23
1999 15,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23,43
2000 12,3 26,4 38,7 14,6 22,38 19,14
2001 8,6 29,3 37,9 9,76 24,84 18,41
2002 13,3 25,1 38,4 14,46 21,1 18,2
2003 12,2 25,1 37,3 13,57 20,23 17,42
2004 11,4 24,8 36,1 12,13 20,11 16,66
2005 12,4 22,7 35,1 11,37 19,51 15,97
Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Berita Resmi Statistik No. 47 / IX / 1 September 2006. 3
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1996-2005 berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun pada periode 2000-2005 (Tabel 1). Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2006, sebagian besar (63,41 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan.
D. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan.
b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) Panel Februari 2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD (Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

E. Penyebab kegagalan
Pada dasarnya ada dua faktor penting yang dapat menyebabkan kegagalan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Pertama, program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin. Hal tersebut antara lain berupa beras untuk rakyat miskin dan program jaring pengaman sosial (JPS) untuk orang miskin. Upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskinan yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan, bahkan dapat menimbulkan ketergantungan. Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).
Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.
Sebagaimana diketahui, data dan informasi yang digunakan untuk program-program penanggulangan kemiskinan selama ini adalah data makro hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) oleh BPS dan data mikro hasil pendaftaran keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN. Kedua data ini pada dasarnya ditujukan untuk kepentingan perencanaan nasional yang sentralistik, dengan asumsi yang menekankan pada keseragaman dan fokus pada indikator dampak. Pada kenyataannya, data dan informasi seperti ini tidak akan dapat mencerminkan tingkat keragaman dan kompleksitas yang ada di Indonesia sebagai negara besar yang mencakup banyak wilayah yang sangat berbeda, baik dari segi ekologi, organisasi sosial, sifat budaya, maupun bentuk ekonomi yang berlaku secara lokal. Bisa saja terjadi bahwa angka-angka kemiskinan tersebut tidak realistis untuk kepentingan lokal, dan bahkan bisa membingungkan pemimpin lokal (pemerintah kabupaten/kota). Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi di Kabupaten Sumba Timur. Pemerintah Kabupaten Sumba Timur merasa kesulitan dalam menyalurkan beras untuk orang miskin karena adanya dua angka kemiskinan yang sangat berbeda antara BPS dan BKKBN pada waktu itu.
Di satu pihak angka kemiskinan Sumba Timur yang dihasilkan BPS pada tahun 1999 adalah 27 persen, sementara angka kemiskinan (keluarga prasejahtera dan sejahtera I) yang dihasilkan BKKBN pada tahun yang sama mencapai 84 persen. Kedua angka inicukup menyulitkan pemerintah dalam menyalurkan bantuan-bantuan karena data yang digunakan untuk target sasaran rumah tangga adalah data BKKBN, sementara alokasi bantuan didasarkan pada angka BPS.
Secara konseptual, data makro yang dihitung BPS selama ini dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan serta perbandingan penduduk miskin antardaerah. Namun, data makro tersebut mempunyai keterbatasan karena hanya bersifat indikator dampak yang dapat digunakan untuk target sasaran geografis, tetapi tidak dapat digunakan untuk target sasaran individu rumah tangga atau keluarga miskin. Untuk target sasaran rumah tangga miskin, diperlukan data mikro yang dapat menjelaskan penyebab kemiskinan secara lokal, bukan secara agregat seperti melalui model-model ekonometrik.
Untuk data mikro, beberapa lembaga pemerintah telah berusaha mengumpulkan data keluarga atau rumah tangga miskin secara lengkap, antara lain data keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh BKKBN dan data rumah tangga miskin oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Meski demikian, indikator-indikator yang dihasilkan masih terbatas pada identifikasi rumah tangga. Disamping itu, indikator-indikator tersebut selain tidak bisa menjelaskan penyebab kemiskinan, juga masih bersifat sentralistik dan seragam, tidak dikembangkan dari kondisi akar rumput dan belum tentu mewakili keutuhan sistem sosial yang spesifik-lokal.
F. Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Strategi untuk mengatasi krisis kemiskinan tidak dapat lagi dilihat dari satu dimensi saja (pendekatan ekonomi), tetapi memerlukan diagnosa yang lengkap dan menyeluruh (sistemik) terhadap semua aspek yang menyebabkan kemiskinan secara lokal.
Berikut beberapa program pengentasan rakyat miskin : (Litbang KOMPAS)
1. Era Presiden Soekarno :
~ Pembangunan Nasional Berencana 8 tahun (Penasbede)
2. Era Presiden Soeharto :
~ Repelita I – IV melalui program Sektoral & Regional
~ Repelita IV – V melalui program Inpres Desa Tertinggal
~ Program Pembangunan Keluarga Sejahtera
~ Program Kesejahteraan Sosial
~ Tabungan Keluarga Sejahtera
~ Kredit Usaha Keluarga Sejahtera
~ GN-OTA
~ Kredit Usaha Tani
3. Era Presiden BJ Habiebie :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Program Penanggulangan Kemiskinan & Perkotaan
~Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal
~ Program Pengembangan Kecamatan
4. Era Presiden Gusdur :
~ Jaring Pengaman Sosial
~ Kredit Ketahanan Pangan
~ Program Penangggulangan Kemiskinan & Perkotaan
5. Era Presiden Megawati :
~ Pembentukan Komite Penganggulangan Kemiskinan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
6. Era Presiden SBY :
~ Pembentukan Tim Koordinasi Penganggulangan Kemiskinan
~ Bantuan Langsung Tunai
~ Program Pengembangan Kecamatan
~ Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan
~ Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Untuk lebih memfokuskan tujuan penanggulangan kemiskinan maka data penduduk miskin dikelompokkan dalam (a) Usia lebih dari 55 tahun (aging poor), yaitu kelompok masyarakat yang tidak lagi produktif (usia sudah lanjut, miskin dan tidak produktif). Untuk kelompok tersebut program pemerintah yang dilaksanakan adalah pelayanan sosial. (b) Usia di bawah 15 tahun (young poor), yaitu kelompok masyarakat yang belum produktif (usia sekolah, belum bisa bekerja). Program pemerintah yang dilakukan yaitu penyiapan sosial. (c) Usia antara 15-55 tahun (productive poor), yaitu usia sedang tidak produktif (usia kerja tetapi tidak mendapat pekerjaan, menganggur), program yang dilakukan adalah investasi ekonomi dan inilah sekaligus yang menjadi fokus penanggulangan kemiskinan.
Untuk mencapai sasaran penurunan angka kemiskinan KPK menetapkan strategi pemberdayaan masyarakat melalui 2 (dua) cara yaitu pertama, mengurangi beban pengeluaran konsumsi kelompok miskin dan kedua, meningkatkan produktivitas masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatannya. Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat terutama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang meliputi penajaman program, pendanaan, dan pendampingan. Pendampingan yang dimaksud di sini adalah program penyiapan, pemihakan dan perlindungan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya masyarakat dan kelembagaannya sebagai pemanfaat program agar pendanaan yang disalurkan dapat terserap dan termanfaatkan dengan baik.
Untuk pengembangan dan pemberdayaan usaha masyarakat di atas pendanaan disalurkan melalui dua jalur yaitu melibatkan peran lembaga keuangan baik bank maupun non-bank dan bantuan pemerintah dalam bentuk bantuan langsung kepada masyarakat (BLM). Melalui jalur lembaga keuangan dilakukan dengan menghimbau kepada bank-bank yang dikoordinasi oleh pemegang otoritas moneter (Bank Indonesia) untuk memprioritaskan business plan penyaluran kreditnya pada usaha-usaha mikro yang dimiliki oleh masyarakat.
Masalah utama yang muncul sehubungan dengan data mikro sekarang ini adalah, selain data tersebut belum tentu relevan untuk kondisi daerah atau komunitas, data tersebut juga hanya dapat digunakan sebagai indikator dampak dan belum mencakup indikator-indikator yang dapat menjelaskan akar penyebab kemiskinan di suatu daerah atau komunitas.
Dalam proses pengambilan keputusan diperlukan adanya indikator-indikator yang realistis yang dapat diterjemahkan ke dalam berbagai kebijakan dan program yang perlu dilaksanakan untuk penanggulangan kemiskinan. Indikator tersebut harus sensitif terhadap fenomena-fenomena kemiskinan atau kesejahteraan individu, keluarga, unit-unit sosial yang lebih besar, dan wilayah.








BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Total Kemiskinan Penduduk Indonesia menurut Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia berbeda cukup signifikan. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa prosentase penduduk miskin di Indonesia sebanyak 17,76% pada tahun 2006. Sedangkan Bank Dunia melaporkan sebanyal 49%. Hal ini disebabkan karena indikator yang digunakan berbeda. Indikator kemiskinan menurut Bank Dunia adalah pengeluaran dibawah $2 per hari. Sedangkan menurut Pemerintah Republik Indonesia aadalah pengeluaran dibawah $1.55.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index (HCI), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan. penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Tamar Manuelyan Atinc).
Di Indonesia pada tahun 1999, penduduk yang hidup di bawah 1 dollar per hari sebanyak 7,7 persen. Namun, jika dihitung dengan menggunakan 2 dollar AS per hari ada 55 persen. Perbedaan angka yang jauh ini, yakni dari 55 persen ke 7,7 persen memiliki makna bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di atas 1 dollar AS per hari, tapi masih di bawah 2 dollar AS. Pemerintah harus menjaga kestabilan makro ekonomi kalau tidak mau jumlah penduduk miskin bertambah.
Salah satu tujuan utama dari proses pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil secara adil dan merata. Tujuan ini akan tercapai bila bangsa Indonesia mampu menanggulangi kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah dengan memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah karena usaha ini telah mampu membuktikan diri sebagai landasan perekonomian Indonesia melalui ketahanan diri yang dibuktikan selama krisis ekonomi melanda Indonesia. Selain itu UMKM merupakan sektor yang diperani oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Usaha pemberdayaan dan pengembangan UMKM dalam rangka penanggulangan kemiskinan ini tidak dapat dilakukan secara individual namun harus melibatkan berbagai stakeholder yang ada seperti pemerintah, dunia usaha, dan swasta yang merupakan sektor yang menjadi landasan perekonomian Indonesia, LSM, akademisi, lembaga-lembaga donor, dan lain-lain.
Pengembangan UMKM dalam konteks penanggulangan kemiskinan tidak bisa lepas dari peran LKM karena LKM merupakan pihak yang selama ini mampu memberikan dukungan kepada UMKM khususnya dalam hal sumberdaya finansial di saat pihak perbankan komersial tidak mampu menjangkaunya karena karakteristik yang melekat pada UMKM sendiri. Berangkat dari fenomena ini maka tidak dapat dipungkiri bahwa pemberdayaan LKM merupakan salah satu prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam rangka pengembangan UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan. Pemberdayaan LKM harus mencakup dua aspek, yaitu aspek regulasi dan penguatan kelembagaan. Kedua aspek ini tidak boleh berdiri sendiri namun harus saling terkait dan mendukung sehingga mampu membentuk sinergi dalam mengembangkan UMKM yang diarahkan untuk menanggulangi kemiskinan.
Pemerintah Daerah memiliki peran strategis dalam penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu daerah harus membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan tingkat daerah sebagai forum koordinasi dan sinkronisasi seluruh program penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. KPK daerah harus mampu mengidentifikasi masalahnya sendiri, memecahkan masalah, melaksanakan program, mengevaluasi dan akhirnya menyempurnakan








DAFTAR REFERENSI

 Makalah Ekonomi Politik:: KORUPSI DAN PEMBANGUNAN ...
 Makalah Agribisnis
 Makalah Perencanaan :: Strategi Peningkatan Produk...
 Makalah Ekonomi Makro
 Makalah ESDM :: DAMPAK KRISIS GLOBAL, DAN TANTANGA...
 Makalah EP Lanjutan :: KEBIJAKAN INVESTASI SEBAGA...
 Makalah Perekonomian Indonesia
 Makalah Ekonomi Makro
 MAKALAH ESDM
 Kumpulan Ilmu Ekonomi EZwpthemes

Kamis, 10 November 2011

SHU Koperasi

STIRA PANUT
16210698
2 EA 21
TUGAS SOFT SKILL EKONOMI KOPERASI
PEMBAGIAN SHU

Contoh Perhitungan SHU Koperasi
Sesuai dengan perundang undangan koperasi Indonesia pembagian SHU KOPERASI dibagi atas bagian-bagian yang telah disebutkan sebelumnya. Pembagian SHU KOPERASI harus sesuai dengan keputusan anggota di RAT yang dituangkan dalam AD/ART.
Pembagian SHU koperasi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Cadangan : 40 %
SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 %
Dana pengurus : 5 %
Dana karyawan : 5 %
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan : 5 %
Dana sosial : 5 %
Persentase penghitungan SHU KOPERASI ditentukan pada RAT dan harus dituangkan dalam AD/ART koperasi..
Secara matematik rumusan penghitungan SHU KOPERASI adalah sebagai berikut:
SHU KOPERASI = Y+ X
Dimana:
SHU KOPERASI : Sisa Hasil Usaha per Anggota
Y : SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi
X: SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha
Dengan menggunakan model matematika, SHU KOPERASI per anggota dapat dihitung
sebagai berikut.
SHU KOPERASI= Y+ X
Dengan
SHU KOPERASIAE = Ta/Tk(Y)
SHU KOPERASIMU = Sa/Sk(X)
Dimana.
SHU KOPERASI: Total Sisa Hasil Usaha per Anggota
SHU KOPERASIAE : SHU KOPERASI Aktivitas Ekonomi
SHU KOPERASIMU : SHU KOPERASI Anggota atas Modal Usaha
Y : Jasa Usaha Anggota
X: Jasa Modal Anggota
Ta: Total transaksi Anggota
Tk : Total transaksi Koperasi
Sa : Jumlah Simpanan Anggota
Sk : Simpana anggota total
Contoh:
SHU KOPERASI IRA MANDIRI setelah Pajak adalah Rp. 10.000.000,-
Maka hitungan prosentase Pembagian SHU KOPERASI seperti contoh
Cadangan : 40 % = 40% x Rp.10.000.000,- = Rp. 4.000.000,-
SHU KOPERASI Dibagi pada anggota : 40 % = 40% x Rp.10.000.000,- = Rp. 4.000.000,-
Dana pengurus : 5 % = 5% x Rp.10.000.000,- = Rp. 500.000,-
Dana karyawan : 5 % = 5% x Rp.10.000.000,- = Rp. 500.000,-
Dana Pembangunan Daerah kerja / Pendidikan : 5 %= 5% x Rp.10.000.000,- = Rp. 500.000,-
Dana sosial : 5 % = 5% x Rp.10.000.000,- = Rp. 500.000,-
SHU KOPERASI dibagi pada anggota : 40 %
Atau dalam contoh diatas senilai Rp.4.000.000,-
Maka Langkah-langkah pembagian SHU KOPERASI adalah sebagai berikut:
1. Di RAT ditentukan berapa persentasi SHU KOPERASI yang dibagikan untuk aktivitas ekonomi (transaksi anggota) dan berapa prosentase untuk SHU KOPERASI modal usaha (simpanan anggota) prosentase ini tidak dimasukan kedalam AD/ART karena perbandingan antara keduanya sangat mudah berubah tergantung posisi keuangan dan dominasi pengaruh atas usaha koperasi, maka harus diputuskan setiap tahun . Biasanya prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Aktivitas Ekonomi ( Y) adalah 70% dan prosentase SHU KOPERASI yang dibagi atas Modal Usaha adalah 30%. Jika demikian maka sesuai contoh diatas
Y = 70% x Rp.4.000.000,-
= Rp. 2.800.000,-
X= 30% x Rp.4.000.000,-
= Rp. 1.200.000,-
2. Hitung Total transaksi tiap anggota, total simpanan tiap anggota dan total transaksi seluruh anggota serta total simpanan seluruh anggota. Sebagi contoh kita akan menghitung SHU KOPERASI USAMA MANDIRI. Dari data transaksi anggota diketahui USAMA MANDIRI bertransaksi sebesar Rp. 200.000,- dengan simpanan Rp. 100.000,- sedangkan total transaksi seluruh anggota adalah Rp.40.000.000,- dengan total simpanan anggota adalah Rp.6.000.000,Koperasi EMPAT SAUDARA jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 100.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31 Desember 2010 sebagai berikut :
- Penjualan Rp 920.000.000,-
- Harga Pokok Penjualan Rp 800.000.000,-
- Laba Kotor Rp 120.000.000,-
- Biaya Usaha Rp 40.000.000,-
- Laba Bersih Rp 80.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
- Cadangan Koperasi 40%
- Jasa Anggota 25%
- Jasa Modal 20%
- Jasa Lain-lain 15%

Buatlah:
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa modal
d. Perhitungan persentase jasa anggota
e. Hitung berapa yang diterima Tuan ROBERT ( anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 1000.000,- dan ia telah berbelanja di koperasi EMPAT SAUDARA senilai Rp 1840.000,-

Koperasi EMPAT SAUDARA yang jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya sebesar Rp 200.000.000,- menyajikan perhitungan laba rugi singkat pada 31
Desember 2010 sebagai berikut :
Penjualan Rp 9200.000.000,-
Harga Pokok Penjualan Rp 800.000.000,-
Laba Kotor Rp 120.000.000,-
Biaya Usaha Rp 40.000.000,-
Laba Bersih Rp 80.000.000,-
Berdasarkan RAT, SHU dibagi sebagai berikut:
Cadangan Koperasi 40%
Jasa Anggota 25%
Jasa Modal 20%
Jasa Lain-lain 15%
Buatlah:
a. Perhitungan pembagian SHU
b. Jurnal pembagian SHU
c. Perhitungan persentase jasa modal
d. Perhitungan persentase jasa anggota
e. Hitung berapa yang diterima Tuan ROBERT ( anggota koperasi) jika jumlah simpanan pokok dan simpanan wajibnya Rp 1000.000,- dan ia telah berbelanja
di koperasi EMPAT SAUDARA senilai Rp 1.840.000,-

JAWABAN
a. Perhitungan pembagian SHU
Keterangan SHU Rp 80.000.000,-
Cadangan Koperasi 40% = Rp 32.000.000,-
Jasa Anggota 25% = Rp 20.000.000,-
Jasa Modal 20% = Rp 16.000.000,-
Jasa Lain-lain 15% = Rp 12.000.000,- +
Total 100% Rp 80.000.000,-

b. Jurnal
SHU Rp 80.000.000,-
Cadangan Koperasi Rp 32.000.000,-
Jasa Anggota Rp 20.000.000,-
Jasa Modal Rp 16.000.000,-
Jasa Lain-lain Rp 12.000.000,-

c.Persentase jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x 100%
= (Rp 16.000.000,- : Rp 200.000.000,-) x 100%
= 8%

Keterangan:- Modal koperasi terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib
- Simpanan sukarela tidak termasuk modal tetapi utang

d. Persentase jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x 100%
= (Rp 20.000.000,- : Rp 920.000.000,-) x 100%
= 2,17%
Keterangan: - perhitungan di atas adalah untuk koperasi konsumsi
- untuk koperasi simpan pinjam, total penjualan diganti dengan total pinjaman

e. Yang diterima Tuan ROBERT:
- jasa modal = (Bagian SHU untuk jasa modal : Total modal) x Modal Tuan
ROBERT
= (Rp 16.000.000,- : Rp 200.000.000,-) x Rp 1000.000,- = Rp 80.000,-
- jasa anggota = (Bagian SHU untuk jasa anggota : Total Penjualan Koperasi)x Pembelian Tuan ROBERT
= (Rp 20.000.000,- : Rp 920.000.000,-) x Rp 1840.000,-
= Rp 40.000,-
Jadi yang diterima Tuan ROBERT adalah Rp 80.000,- + Rp 40.000,- = Rp 120.000,-
Keterangan: untuk koperasi simpan pinjam, Pembelian Tuan ROBERT diganti Pinjaman Tuan ROBERT pada koperasi

Rabu, 26 Oktober 2011

TUGAS PENULISAN ILMIAH SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI WADAH GERAKAN KOPERASI INDONESIA

TUGAS PENULISAN ILMIAH
SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI WADAH GERAKAN KOPERASI INDONESIA
EKONOMI KOPERASI


Dibuat oleh : STIRA PANUT
Kelas : 2EA21
NPM : 16210698
Program Sarjana Ekonomi Manajemen
Jurusan Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga saya bisa menyusun Penulisan Ilmiah Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Wadah Gerakan Koperasi Indonesia sebagai penunjang nilai mata kuliah tersebut. Tak lupa juga saya ucapkan terima kasih pada semua rekan, saudara, handai taulan, kerabat, partner n khususnya keluarga sendiri yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Kita tahu perekonomian di Indonesia saat ini belum stabil dan masih carut marut. Maka dari itu penulis belajar untuk menyusun, mengamati, mempelajari dan mencermati tentang semua hal dan aspek sistem ekonomi kerakyatan melalui wadah gerakan koperasi Indonesia dengan harapan bisa ikut berpartisipasi dalam pembangunan dan peningkatan mutu ekonomi koperasi di Indonesia dimasa yang akan datang.
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih atas tersusunnya makalah ini kepada semua pihak yg telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada Dosen mata kuliah Ekonomi Koperasi yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menyusun Penulisan Ilmiah ini. Penulispun memohon maaf apabila dalam penulisan ilmiah ini membuat banyak kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja.




Bekasi, Oktober 2011



( Penyusun )




BAB I
PENDAHULUAN

Ekonomi Kerakyatan merupakan konsep baru yang mulai populer bersama reformasi 1998-1999 sehingga masuk dalam “GBHN Reformasi”, hal itu bisa dimengerti karena memang kata ekonomi kerakyatan ini sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya. Ekonomi kerakyatan merupakan konsep baru yang “mereaksi” konsep ekonomi kapitalis liberal yang dijadikan pegangan era ekonomisme Orde Baru, yang kemudian terjadi adalah “reaksi kembali” khususnya dari pakar-pakar ekonomi arus utama yang menganggap “tak ada yang salah dengan sistem ekonomi Orde Baru”. Strategi dan kebijakan ekonomi Orde Baru mampu mengangkat perekonomian Indonesia dari peringkat negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah melalui pertuumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun) selama 3 dasawarsa. “Yang salah adalah praktek pelaksanaannya bukan teorinya”.
Barangkali cara lain menerangkan “sejarah” konsep Ekonomi Kerakyatan adalah dengan langsung menunjukkan adanya kata kerakyatan dalam Pancasila (sila ke 4) yang harus ditonjolkan dan diwujudkan dalam strategi dan kebijakan ekonomi karena di antara 5 sila Pancasila, sila ke-4 inilah yang paling banyak dilanggar dalam praktek ekonomi selama era pembangunan ekonomi Orde Baru.
Tujuan koperasi adalah Memajukan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta membagi tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dilihat dari tujuan utama koperasi diatas, besar harapan kita sebagai warga Negara di Indonesia agar usaha koperasi bisa benar-benar merealisasikan tujuannya. Dan pada akhirnya bisa meningkatkan perekonomiaan rakyat khususnya rakyat kecil. Rakyat kecil yang sesungguhnya sangat memerlukan bantuan dan motivasi untuk bangkit dan maju dalam kehidupan ekonominya. Apakah saat ini Koperasi bisa menolong rakyat kecil dari keterpurukan kondisi ekonomi saat ini? Apakah saat ini koperasi bisa mewujudkan tujuannya, untuk menjadikan masyarakat yang maju, adil dan makmur?
Pertanyaan diatas mengacu pada tujuan dan gerakan koperasi yang mungkin bisa meningkatkan perekonomian rakyat kecil pada saat ini . Berharap dapat meningkatkan perekonomian para petani, nelayan, dan rakyat kecil lainnya dengan harapan dapat dibantu atau diperjuangkan melalui koperasi.
Selain itu diharapkan adanya Sistem ekonomi kerakyatan yaitu suatu usaha atau kegiatan yang pada dasarnya tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan pokok dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola cultural masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu perekonomian masyarakatnya
BAB II
ISI PERMASALAHAN

2.1. Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dan juga dapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang berdasar pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat pada umumnya yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil, Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya dan yang sudah tidak asing lagi yaitu usaha KOPERASI.
Bagaimana Perkembangan Koperasi dari masa kemasa & sudah cukup mampukah gerakan koperasi dalam meningkatkan perekonomian rakyat dan sistem ekonomi rakyat.
2.2. Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945.
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Masih ingatkah kita yaitu sejarah lahirnya koperasi pada tahun 1844 di Rochdale Inggris, dan pada tahun 1895 di Leuwiliang didirikan pertama kali koperasi di Indonesia hingga saat ini perkembangan koperasi di Indonesia tumbuh pesat, bisa kita liat koperasi kini mulai didirikan dimana mana kita dengan mudah dapat menjumpai koperasi di perkotaan, di kabupaten, di kecamatan hingga kelurahan dan desa. Gerakan koperasi tumbuh di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi; di perusahaan-perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial :
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
• Membangun Indonesia yang berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
• Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
• Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
• Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional


Lima Hal Pokok Yang Harus Segera Diperjuangkan Agar Sistem Ekonomi Kerakyatan Tidak Hanya Menjadi Wacana Saja :
1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
Oleh karena melihat pentingnya peran koperasi dala perekonomian saat ini perlulah penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
Melihat pentingnya kehadiran wadah koperasi tersebut, menjadikan kita sebagai mahasiswa untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan perekonomian melalui koperasi











BAB III
KESIMPULAN
Menurut saya, gerakan koperasi cukup membantu perekonomian kerakyatan khususnya, contoh kecilnya yaitu dengan dilakukannya pemberdayaan koperasi untuk mengembangkan ekonomi rakyat yaitu dengan melalui koperasi yang memberikan jasa simpan pinjam, menyalurkan barang dan jasa serta dapat memenuhi kebutuhan pokok. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, sehingga memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
Selain itu masih ingatkah anda bahwa “Koperasi sebagai sokoguru perekonomian”. Dilihat dari sudut pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Dengan jelas dapat kita lihat program Pemerintah Daerah yang menginginkan rakyatnya sejahtera, maju dan mandiri. Ekonomi rakyat terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.
Kesimpulan kita adalah bahwa pengajaran ilmu Ekonomi kita kurang tajam (vigorous), kurang relevan, atau keliru karena hanya mengajarkan bagaimana orang mencari uang, atau mengejar untung, dengan tidak mempertimbangkan akibat tindakan seseorang bagi orang lain. Ilmu ekonomi yang mengajarkan bahwa manusia adalah homo-economicus cenderung mengajarkan sikap egoisme, mementingkan diri sendiri, cuek dengan kepentingan orang lain, bahkan mengajarkan keserakahan yang berdampak pada konflik kepentingan ekonomi antara perusahaan-perusahaan konglomerat dan ekonomi rakyat. Misalnya dalam masalah kenaikan upah minimum propinsi (UMP) tidak diragukan bahwa jika tidak mau di sebut “bukan ekonom” anda harus berpihak pada majikan /pengusaha karena pemaksaan kenaikan UMP “pasti berakibat pada meluasnya penggangguran”.

DAFTAR REFERENSI


1. Makalah untuk Seminar Hari Koperasi dan 100 Tahun Bung Hatta, Kosudgama Yogyakarta, 18 Juli 2002. Prof.Dr.Mubyarto : Guru Besar FE-UGM
2. James A. Caporaso & David P. Levine, 1992. Theories of Political Economy, Cambridge University Press, Cambridge.
3. Paul Ekins & Manfred Max-Neef (ed). 1992, Real-Life Economics, Routledge. London-New York.
4. Steve Keen, 2001. Debunking Economics, Pluto Press-Zed Books, New York.
5. Daniel B. Klein (ed), 1999, What Do Economists Contribute, New York University Press, New York.
6. Robert H. Nelson, 2001. Economics as Religion. Pennsylvania State University, University Park.
7. Paul Ormerod, 1994. The Death of Economics, Faber & Faber, London.

Minggu, 23 Oktober 2011

TUGAS SOFT SKILL SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI INDONESIA
EKONOMI KOPERASI

Dibuat oleh : STIRA PANUT
Kelas : 2EA21
NPM : 16210698
Program Sarjana Ekonomi Manajemen
Jurusan Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2011

Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia
Tujuan koperasi adalah Memajukan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta membagi tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dilihat dari tujuan utama koperasi diatas, besar harapan kita sebagai warga Negara di Indonesia agar usaha koperasi bisa benar-benar merealisasikan tujuannya. Dan pada akhirnya bisa meningkatkan perekonomiaan rakyat khususnya rakyat kecil. Rakyat kecil yang sesungguhnya sangat memerlukan bantuan dan motivasi untuk bangkit dan maju dalam kehidupan ekonominya.
Apakah saat ini Koperasi bisa menolong rakyat kecil dari keterpurukan kondisi ekonomi saat ini?
Apakah saat ini koperasi bisa mewujudkan tujuannya, untuk menjadikan masyarakat yang maju, adil dan makmur?
Pertanyaan diatas mengacu pada tujuan dan gerakan koperasi yang mungkin bisa meningkatkan perekonomian rakyat kecil pada saat ini . Berharap dapat meningkatkan perekonomian para petani, nelayan, dan rakyat kecil lainnya dengan harapan dapat dibantu atau diperjuangkan melalui koperasi.
Selain itu diharapkan adanya Sistem ekonomi kerakyatan yaitu suatu usaha atau kegiatan yang pada dasarnya tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan pokok dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola cultural masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu perekonomian masyarakatnya.
Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dan juga dapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang berdasar pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat pada umumnya yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil, Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya dan yang sudah tidak asing lagi yaitu usaha KOPERASI.
Bagaimana Perkembangan Koperasi dari masa kemasa & sudah cukup mampukah gerakan koperasi dalam meningkatkan perekonomian rakyat dan sistem ekonomi rakyat.
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Masih ingatkah kita yaitu sejarah lahirnya koperasi pada tahun 1844 di Rochdale Inggris, dan pada tahun 1895 di Leuwiliang didirikan pertama kali koperasi di Indonesia hingga saat ini perkembangan koperasi di Indonesia tumbuh pesat, bisa kita liat koperasi kini mulai didirikan dimana mana kita dengan mudah dapat menjumpai koperasi di perkotaan, di kabupaten, di kecamatan hingga kelurahan dan desa. Gerakan koperasi tumbuh di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi; di perusahaan-perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar.
Menurut saya, gerakan koperasi cukup membantu perekonomian kerakyatan khususnya, contoh kecilnya yaitu dengan dilakukannya pemberdayaan koperasi untuk mengembangkan ekonomi rakyat yaitu dengan melalui koperasi yang memberikan jasa simpan pinjam, menyalurkan barang dan jasa serta dapat memenuhi kebutuhan pokok. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, sehingga memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
Selain itu masih ingatkah anda bahwa “Koperasi sebagai sokoguru perekonomian”. Dilihat dari sudut pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Dengan jelas dapat kita lihat program Pemerintah Daerah yang menginginkan rakyatnya sejahtera, maju dan mandiri. Ekonomi rakyat terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial :
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
• Membangun Indonesia yang berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
• Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
• Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
• Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI WACANA SAJA
1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
Oleh karena melihat pentingnya peran koperasi dala perekonomian saat ini perlulah penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
Melihat pentingnya kehadiran wadah koperasi tersebut, menjadikan kita sebagai mahasiswa untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan perekonomian melalui koperasi

Sabtu, 22 Oktober 2011

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI INDONESIA

SISTEM EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI INDONESIA

EKONOMI KOPERASI

Dibuat oleh : STIRA PANUT
Kelas : 2EA21
NPM : 16210698
Program Sarjana Ekonomi Manajemen
Jurusan Manajemen
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2011

Sistem Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi Indonesia
Tujuan koperasi adalah Memajukan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta membagi tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Dilihat dari tujuan utama koperasi diatas, besar harapan kita sebagai warga Negara di Indonesia agar usaha koperasi bisa benar-benar merealisasikan tujuannya. Dan pada akhirnya bisa meningkatkan perekonomiaan rakyat khususnya rakyat kecil. Rakyat kecil yang sesungguhnya sangat memerlukan bantuan dan motivasi untuk bangkit dan maju dalam kehidupan ekonominya.
Apakah saat ini Koperasi bisa menolong rakyat kecil dari keterpurukan kondisi ekonomi saat ini?
Apakah saat ini koperasi bisa mewujudkan tujuannya, untuk menjadikan masyarakat yang maju, adil dan makmur?
Pertanyaan diatas mengacu pada tujuan dan gerakan koperasi yang mungkin bisa meningkatkan perekonomian rakyat kecil pada saat ini . Berharap dapat meningkatkan perekonomian para petani, nelayan, dan rakyat kecil lainnya dengan harapan dapat dibantu atau diperjuangkan melalui koperasi.
Selain itu diharapkan adanya Sistem ekonomi kerakyatan yaitu suatu usaha atau kegiatan yang pada dasarnya tidak mengejar keuntungan tunai, tetapi dilaksanakan untuk memperoleh pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan pokok dalam arti luas, yang semuanya mendesak dipenuhi dalam rangka merubah pola cultural masyarakat untuk berpikir secara produktif dan pada akhirnya ekonomi masyarakat dapat bangkit dan tersedia sebuah wadah koperasi yang sangat membantu perekonomian masyarakatnya.
Definisi Sistem Ekonomi Kerakyatan
Sistem Ekonomi Kerakyatan adalah Sistem Ekonomi Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Dan juga dapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang berdasar pada kekuatan ekonomi rakyat. Dimana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat pada umumnya yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil, Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya dan yang sudah tidak asing lagi yaitu usaha KOPERASI.
Bagaimana Perkembangan Koperasi dari masa kemasa & sudah cukup mampukah gerakan koperasi dalam meningkatkan perekonomian rakyat dan sistem ekonomi rakyat.
Sekilas tentang Sistem Ekonomi Kerakyatan
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
“Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)”
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
“Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan.
Masih ingatkah kita yaitu sejarah lahirnya koperasi pada tahun 1844 di Rochdale Inggris, dan pada tahun 1895 di Leuwiliang didirikan pertama kali koperasi di Indonesia hingga saat ini perkembangan koperasi di Indonesia tumbuh pesat, bisa kita liat koperasi kini mulai didirikan dimana mana kita dengan mudah dapat menjumpai koperasi di perkotaan, di kabupaten, di kecamatan hingga kelurahan dan desa. Gerakan koperasi tumbuh di berbagai lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi; di perusahaan-perusahaan kecil, menengah, hingga perusahaan besar.
Menurut saya, gerakan koperasi cukup membantu perekonomian kerakyatan khususnya, contoh kecilnya yaitu dengan dilakukannya pemberdayaan koperasi untuk mengembangkan ekonomi rakyat yaitu dengan melalui koperasi yang memberikan jasa simpan pinjam, menyalurkan barang dan jasa serta dapat memenuhi kebutuhan pokok. Tujuannya adalah untuk menjamin agar kemakmuran masyarakat senantiasa lebih diutamakan daripada kemakmuran orang seorang, dan agar tampuk produksi tidak jatuh ke tangan orang seorang, sehingga memungkinkan ditindasnya rakyat banyak oleh segelintir orang yang berkuasa.
Selain itu masih ingatkah anda bahwa “Koperasi sebagai sokoguru perekonomian”. Dilihat dari sudut pasal 33 UUD 1945, keikutsertaan anggota masyarakat dalam memiliki faktor-faktor produksi itulah antara lain yang menyebabkan dinyatakannya koperasi sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan sistem ekonomi kerakyatan. Sebagaimana diketahui, perbedaan koperasi dari perusahaan perseroan terletak pada diterapkannya prinsip keterbukaan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha yang dijalankan oleh koperasi untuk turut menjadi anggota koperasi.
Kini Wadah koperasi yang di bentuk di kampung-kampung merupakan sebuah wadah untuk memperkuat ekonomi kerakyatan. Dengan jelas dapat kita lihat program Pemerintah Daerah yang menginginkan rakyatnya sejahtera, maju dan mandiri. Ekonomi rakyat terutama yang dikampung dapat diperkuat melalui wadah Koperasi. Wadah koperasi ini mempunyai peran yang sangat besar dalam membuka kesempatan dan peluang usaha masyarakat di kampung, selain sebagai agen pendistribusian hasil-hasil produk masyarakat, dan media penyedia barang-barang konsumsi. Wadah ini juga sebagai sebuah kegiatan produksi dan konsumsi yang apabila dikerjakan sendiri-sendiri tidak akan berhasil, tetapi melalui organisasi koperasi yang menerima tugas dari anggota untuk memperjuangkannya dapat berhasil.
Syarat mutlak berjalannya sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial :
• berdaulat di bidang politik
• mandiri di bidang ekonomi
• berkepribadian di bidang budaya
Yang mendasari paradigma pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial
• penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi
• pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural
• pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi
Tujuan yang diharapkan dari penerapan Sistem Ekonomi Kerakyatan
• Membangun Indonesia yang berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik, dan berkepribadian yang berkebudayaan
• Mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan
• Mendorong pemerataan pendapatan rakyat
• Meningkatkan efisiensi perekonomian secara nasional
LIMA HAL POKOK YANG HARUS SEGERA DIPERJUANGKAN AGAR SISTEM EKONOMI KERAKYATAN TIDAK HANYA MENJADI WACANA SAJA
1. Peningkatan disiplin pengeluaran anggaran dengan tujuan utama memerangi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam segala bentuknya
2. Penghapusan monopoli melalui penyelenggaraan mekanisme persaingan yang berkeadilan (fair competition)
3. Peningkatan alokasi sumber-sumber penerimaan negara kepada pemerintah daerah
4. Penguasaan dan redistribusi pemilikan lahan pertanian kepada petani penggarap
5. Pembaharuan UU Koperasi dan pendirian koperasi-koperasi “ sejati” dalam berbagai bidan usaha dan kegiatan. Yang perlu dicermati, peningkatan kesejahteraan rakyat dalam konteks ekonomi kerakyatan tidak didasarkan pada paradigma lokomatif, melainkan pada paradigma fondasi.
Oleh karena melihat pentingnya peran koperasi dala perekonomian saat ini perlulah penyelenggaraan pasar dan koperasi dalam sistem ekonomi kerakyatan harus dilakukan dengan terus menerus melakukan penataan kelembagaan, yaitu dengan cara memeratakan penguasaan modal atau faktor-faktor produksi kepada segenap lapisan anggota masyarakat. Proses sistematis untuk mendemokratisasikan penguasaan faktor-faktor produksi atau peningkatan kedaulatan ekonomi rakyat inilah yang menjadi substansi sistem ekonomi kerakyatan.
Melihat pentingnya kehadiran wadah koperasi tersebut, menjadikan kita sebagai mahasiswa untuk tetap mempertahankan dan meningkatkan perekonomian melalui koperasi

Selasa, 18 Oktober 2011

Tugas Ekonomi Koperasi

STIRA PANUT
16210698
2EA21
TUGAS EKONOMI KOPERASI

LAPORAN KEUANGAN
KOPSIS SMANDAKA
No. : 28/KOPSIS/P03/2008
PERIODE 03 TAHUN PELAJARAN 2008/2009

I. NERACA (BALANCE SHEET )

Akun Aktiva Per: 31-Des-2008 Per: 30-Jun-2008 Akun Pasiva Per: 31-Des-2008 Per: 30-Jun-2008
1000 Kas Niaga - 213.500 Utang
1001 Kas Kredit - 1.866.100 2010 Utang Usaha 255.400 1.000.649
1002 Investasi di Bank Mini Kopgur - 500.000
1010 Tabungan di Bank Pemerintah 1.970.645 1.991.100 2020 Tabungan Anggota/Simpanan Manasuka 15.018.475 8.057.086
1.970.645 4.570.700
2031 Dana Kegiatan Kesiswaan/OSIS 277.219 -
1020 Piutang Tunai 52.535.000 37.700.979 2032 Dana Pendidikan/Pelatihan 1.001.000 -
1025 Piutang Barang 649.300 1.044.700 2033 Dana Sosial/Beasiswa 107.000 -
53.184.300 38.745.679
2070 Beban Harus Dibayar 750.000 -
1030 Tunggakan Simpanan Anggota 156.000 80.000
2090 Simpanan Ex-Anggota 793.791 -
1050 Persediaan Barang Dagangan 3.958.132 4.112.274 18.202.885 9.057.735
1060 Persediaan Perlengkapan 356.834 542.300 Modal
3000 Simpanan Pokok 8.540.000 8.230.000
1080 Tagihan Simpanan 11.417.000 - 3010 Simpanan Wajib 20.472.000 19.356.000
3050 Modal Kerja Kantin Kejujuran 200.000 200.000
1100 Pengembalian Simpanan Kelas XII - 14.432.581 3051 Modal Usaha Kantin Kejujuran 1.161.000 1.137.000
3061 Donasi Pemda Kab. Majalengka 2.000.000 -
1300 Peralatan 14.258.980 14.046.600 3100 Sumbangan 13.415.996 13.400.555
1310 Akumulasi Penyusutan (1.578.179) (2.890.120) 3200 Cadangan 6.298.700 1.112.500
12.680.801 11.156.480 3300 SHU Tahun Berjalan 13.433.131 21.146.224
65.520.827 64.582.279
Total Kekayaan (Asset) 83.723.712 73.640.014 Utang + Modal 83.723.712 73.640.014
Catatan: Donasi Pemda Kab. Majalengka berupa peralatan Etalase Alumunium ukuran 200x40x110 sebanyak 2 buah.

Mengetahui Pengawas Pengurus Pengurus
Kepala Sekolah, Ketua, Ketua, Bendahara,

W. ALI WARDOYO, S.Pd ARIP ARSA SUKMANA RESTU SINGGIH INDRIANTO INTAN NURHAYATI FAJRIN
Nip. 130.680.596 XI.IPA-2 No.Ang. 20.006 XI.IPA-2 No.Ang. 20.238 XI.IPS-4 No.Ang. 20.140

Neraca | Sn28-Pembukuan Kopsis Smandaka P03 081231 Rat3-20090128.xls Neraca ini terbaharui dengan sendirinya (update automatically )
http://kopsissmandaka.wordpress.com/ E-mail: kopsissmandaka.yahoo.com

LAPORAN KEUANGAN
KOPSIS SMANDAKA
No. : 28/KOPSIS/P03/2008
PERIODE 03 TAHUN PELAJARAN 2008/2009

II. PERHITUNGAN HASIL USAHA (INCOME STATEMENT )

31-Des-2008 30-Jun-2008 Selisih

Penjualan Bersih 106.789.893 114.334.042 (7.544.149)
Pendapatan Niaga dari Kantin Kejujuran 22.467 335.128 (312.661)
Harga Pokok Penjualan (84.708.792) (91.084.691) 6.375.899
Pendapatan Niaga 22.103.568 23.584.479 (1.480.911)
Pendapatan Non Niaga 6.152.568 14.921.313 (8.768.745)
Jumlah Pendapatan 28.256.136 38.505.792 (10.249.656)
Pengeluaran (14.823.005) (17.359.568) 2.536.563
Sisa Hasil Usaha 13.433.131 21.146.224 (7.713.093)

Catatan : Uraian dari Perhitungan Hasil Usaha di atas dapat dilihat dari Perjelasan Perhitungan Hasil Usaha.
[sheet Penj PHU]

III. ARUS KAS ( CASH FLOW STATEMENT )

31-Des-2008 30-Jun-2008 Selisih

Keadaan Kas Niaga Awal 213.500 2.219.050 (2.005.550)
Ditambah: -
Kas masuk 122.484.882 156.210.479 (33.725.597)
Dikurangi: -
Kas keluar 122.698.382 158.216.029 (35.517.647)
-
Keadaan Kas Niaga Akhir - 213.500 (213.500)
[No. Akun: 1000]

31-Des-2008 30-Jun-2008 Selisih

Keadaan Kas Kredit Awal 1.866.100 - 1.866.100
Ditambah: -
Kas masuk 166.374.800 155.265.900 11.108.900
Dikurangi: -
Kas keluar 168.240.900 153.399.800 14.841.100
-
Keadaan Kas Kredit Akhir - 1.866.100 (1.866.100)
[No. Akun: 1001]

Catatan : Untuk bukti kas masuk dan kas keluar dapat dilihat dari Jurnal.
[sheet Jurnal]

IV. ANALISIS RASIO

31-Des-2008 30-Jun-2008 Selisih
Liquiditas --> Liquid 390,28% 689,84% -299,56%
Solvabilitas --> Solvabel 459,95% 813,01% -353,06%
Kinerja Usaha 692,51% 846,13% -153,62%
Rentabilitas 25,79% 48,68% -22,89%
Indeks SHU Anggota 9,34% 18,39% -9,05%

Pengawas Pengurus Pengurus
Ketua, Ketua, Bendahara,

ARIP ARSA SUKMANA RESTU SINGGIH INDRIANTO INTAN NURHAYATI FAJRIN
XI.IPA-2 No.Ang. 20.006 XI.IPA-2 No.Ang. 20.238 XI.IPS-4 No.Ang. 20.140

Mengetahui
Kepala Sekolah,

W. ALI WARDOYO, S.Pd
Nip. 130.680.596

Laporan ini terbaharui dengan sendirinya
PHU&AK [Sn28-Pembukuan Kopsis Smandaka P03 081231 Rat3-20090128.xls] (update automatically)


PENJELASAN PERHITUNGAN HASIL USAHA
KOPSIS SMANDAKA

PERIODE 03 TAHUN PELAJARAN 2008/2009

A. PENDAPATAN

4000 Penjualan Toko 114.319.893
4002 Potongan Penjualan Toko (7.412.000)
4003 Retur Penjualan dan Pengurangan Harga (118.000)
Penjualan Bersih Toko [1] = 106.789.893

Persediaan Barang Dagangan Awal [2] = 4.112.274
Persediaan Barang Dagangan Rekap Buku Harian [3] = -
5000 Pembelian Barang Dagangan 86.304.883
5001 Biaya Angkut Pembelian 25.000
5002 Potongan Pembelian (1.117.700)
5003 Retur Pembelian dan Pengurangan Harga (430.500)
5510 Pengambilan Barang Dagangan (227.033)
Pembelian Bersih [4] = 84.554.650

Barang yang Siap Dijual [5] = [2] + [3] + [4]= 88.666.924

1050 Persediaan Barang Dagangan (Akhir) [6] = 3.958.132

5100 Harga Pokok Penjualan [7] = [5] - [6] = 84.708.792

Pendapatan Niaga Toko [8] = [1] - [7] = 22.081.101

4005 Laba Kantin Kejujuran seharusnya [9] = 60.667
4006 Kelebihan Kas Kantin Kejujuran [10] = 24.900
4007 Kekurangan Kas Kantin Kejujuran [11] = (39.100)
Pendapatan Kantin Kejujuran [12] = [9] + [10] + [11] = 46.467
Pengalokasian Pendapatan Kantin Kejujuran sebagai berikut:
3051 Modal Usaha Kantin Kejujuran (>50%) 24.000
Pendapatan Niaga dari Kantin Kejujuran (<50%) [13] = 22.467

0000 Pendapatan Niaga [14] = [8] + [13] = 22.103.568
4010 Pendapatan dari Bank [15] = 161.694
4020 Jasa dari Debitur [16] = 4.832.000
4050 Laba Konsinyasi [17] = 1.152.650
4300 SHU yang Belum Dibagi (Periode sebelumnya) [18] = 6.224
4900 Pendapatan Lainnya [19] = -

Jumlah Pendapatan [14]+[15]+[16]+[17]+[18]+[19] = 28.256.136

B. PENGELUARAN

6100 Perlengkapan 950.358
6300 Penyusutan Inventaris 1.578.179
6400 Bunga, Pajak dan Adm. Bank 54.149
6500 Upah Pekerja 3.036.000
6600 Sumbangan pada Sekolah 7.110.000
6700 Rapat & Pembuatan Laporan 1.792.006
6800 Barang Dagangan Rusak 15.493
6900 Beban Lainnya 286.820
Jumlah Pengeluaran 14.823.005

C. SISA HASIL USAHA

Jumlah Pendapatan 28.256.136
Jumlah Pengeluaran (14.823.005)
3300 SHU Tahun Berjalan 13.433.131
4300 SHU yang Belum Dibagi (Periode berjalan) (3.131)
SHU yang akan Dibagikan 13.430.000

D. PEMBAGIAN SHU

Pembagian SHU (sesuai dengan Anggaran Dasar ) sebagai berikut:
3200 Cadangan 25% = 3.357.500
2030 Dana Bagian Anggota 30% = 4.029.000
2031 Dana Kegiatan Kesiswaan/OSIS 10% = 1.343.000
2032 Dana Pendidikan/Pelatihan 15% = 2.014.500
2033 Dana Sosial/Beasiswa 10% = 1.343.000
2034 Dana Bagian Pengurus & Pengawas 5% = 671.500
2035 Dana Bagian Pengelola 5% = 671.500

SHU Bagian Anggota (dibagikan secara proporsional sesuai besar simpanan ) 4.029.000
Total Simpanan Pokok dan Simpanan Wajib serta Rata-rata Saldo Tabungan Harian 43.133.209
4.029.000
Sehingga persentase SHU Anggota (indeks) adalah x 100% = 9,34%
43.133.209

Penj PHU [Sn28-Pembukuan Kopsis Smandaka P03 081231 Rat3-20090128.xls]