ETIKA
BISNIS
IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Nama :
Stira Panut
NPM
: 16210698
Kelas
: 4EA21
Jurusan : Manajemen
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BEKASI
2014
IKLAN DAN DIMENSI ETISNYA
Salah satu topik dari etika bisnis yang banyak
mendapat perhatian sampai sekarang, yaitu mengenai iklan. Sudah umum diketahui
bahwa abad kita ini adalah abad informasi. Iklan memainkan peran yang sangat
penting untuk menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat.
Karena kecenderungan yang berlebihan untuk menarik konsumen agar membeli produk
tertentu dengan memberi kesan dan pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan
berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan citra bisnis tercemar
sebagai kegiatan tipu menipu, dan karena itu seakan antara bisnis dan etika ada
jurang yang tak terjembatani.
Kebudayaan masyarakat modern adalah kebudayaan massa,
kebudayaan serba instant dan kebudayaan serba tiruan. Iklan itu sendiri pada
hakikatnya merupakan salah satu strategi pemasaran yang bermaksud untuk
mendekatkan barang yang hendak di jual kepada konsumen. Dengan ini iklan
berfungsi mendekatkan konsumen dengan produsen. Sasaran akhir seluruh kegiatan
bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa di jual kepada konsumen.
Pada hakikatnya secara positif iklan adalah suatu metode yang digunakan untuk
memungkinkan barang konsumen dapat dijual kepada konsumen.
DEFINISI IKLAN
Iklan atau dalam bahasa Indonesia formalnya pariwara
adalah promosi barang, jasa, perusahaan dan ide yang harus
dibayar oleh sebuah sponsor. Pemasaran melihat
iklan sebagai bagian dari strategi promosi secara keseluruhan. Komponen lainnya
dari promosi termasuk publisitas, relasi publik, penjualan, dan promosi penjualan.
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai
aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan
kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan
ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi
yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Iklan adalah salah satu alat pemasaran yang penting.
Dengan iklan perusahaan ingin menarik perhatian calon konsumen tentang barang
atau jasa yang ditawarkannya. Banyak orang memutuskan membeli suatu barang atau
jasa karena pengaruh iklan yang sedemikian atraktif tampilan visualnya.
Kecermatan menimbang dan rasionalitas pemikiran seringkali ‘kalah wibawa’
dengan semangat hedonis yang ditawarkan iklan. Tapi selalu saja banyak orang
yang kemudian kecewa, karena spesifikasi atau manfaat barang yang dibeli tidak
seperti yang ditawarkan.
Iklan mempunyai andil besar dalam menciptakan citra
bisnis baik secara positif maupun negatif. Iklan ikut menentukan penilaian
masyarakat mengenai baik buruknya kegiatan bisnis. Sayangnya, lebih banyak kali
iklan justru menciptakan citra negatif tentang bisnis, seakan bisnis adalah
kegiatan tipu-menipu, kegiatan yang menghalalkan segala cara demi mencapai
tujuan, yaitu keuntungan. Ini karena iklan sering atau lebih banyak kali memberi
kesan dan informasi yang berlebihan, kalau bukan palsu atau terang-terangan
menipu, tentang produk tertentu yang dalam kenyataannya hanya akan mengecoh dan
mengecewakan masyarakat konsumen. Karena kecenderungan yang berlebihan untuk
menarik konsumen agar membeli produk tertentu dengan dengan memberi kesan dan
pesan yang berlebihan tanpa memperhatikan berbagai norma dan nilai moral, iklan sering menyebabkan
citra bisnis tercemar sebagai kegiatan tipu-menipu, dan karena itu seakan
antara bisnis dan etika ada jurang yang tak terjembatani.
Citra ini semakin mengental dalam sistem pasar
bebas yang mengenal kompetisi yang ketat
di antara banyak perusahaan dalam menjual barang dagangan sejenis. Dalam sistem
ekonomi di mana belum ada diversifikasi besar-besaran atas barang dagangan,
hampir terdapat monopoli alamiah dari satu atau dua perusahaan saja jenis
barang tertentu sehingga iklan belum sepenuhnya menjadi persoalan etis yang
serius. Dalam pasar bebas di mana terdapat beragam jenis barang dan jasa, semua
pihak berusaha dengan segala cara untuk menarik konsumen atau pembeli.
Iklan komersil kadang didefinisikan sebagai salah satu
bentuk “informasi” dan yang memasang iklan adalah “yang memberi informasi.”
Implikasinya fungsi iklan adalah untuk memberikan informasi kepada
konsumen. Salah satu hasil penelitian
menunjukkan bahwa lebih dari separuh iklan televisi tidak memuat informsi
tentang produk yang diiklankan dan hanya separuh dari emua iklan di majalah yang memberikan
lebih dari satu informasi. Kita lihat beberapa banyak informasi yang diberikan
dari iklan-iklan berikut ini :
“Connect with style” (handphone Nokia)
“Malboro Country” (rokok Malboro)
“Inside every woman is a glow just waiting to come
out” (sabun Dove)
Iklan sering
tidak memuat banyak informasi objektif karena alasan yang sederhana, yaitu
bahwa fungsi utamanya bukan untuk memberikan informasi yang tidak bias. Dan
fungsi sesungguhnya adalah untuk menjual sebuah produk kepada para calon
pembeli dan apa pun informasi yang dibawa iklan tersebut sifatnya hanya sebagai
tambahan dari fungsi dasar dan biasanya informasi tersebut ditentukan oleh
fungsi dasar.
Salah satu cara lain yang lebih baik untuk
mengarakteristikkan iklan komersial adalah dalam kaitannya dengan hubungan
pembeli-penjual. Iklan komersial dapat didefinisikan sebagai jenis komunikasi
tertentu antara penjual dengan calon pembeli. Dan jenis komunikasi ini berbeda
dari komunikasi dalam dua hal.
1. iklan
ditujukan pada khalayak ramai yang berbeda dari pesan yang disampaikan pada individu.
Karena sifat publik tersebut, iklan bisa dipastikan memiliki pengaruh-pengaruh
sosial yang luas.
2. iklan
dimaksudkan untuk mendorong sebagian orang yang melihat atau membacanya untuk
membeli produk yang dimaksudkan.
Iklan
dikatakan berhasil memenuhi tujuan itu dalam dua cara;
(a) dengan
menciptakan keinginan dalam diri konsumen untuk membeli produk yang dimaksud
(b) dengan
menciptakan keyakinan dalam diri konsumen bahwa produk tersebut merupakan
sarana untuk memenuhi keinginan yang telah ada dalam diri konsumen.
Iklan itu sendiri pada hakikatnya merupakan salah satu
strategi pemasaran yang bermaksud untuk mendekatkan barang yang hendak dijual
kepada konsumen dengan kata lain mendekatkan konsumen dengan produsen.Sasaran
akhir seluruh kegiatan bisnis adalah agar barang yang telah dihasilkan bisa
dijual kepada konsumen.Dengan kata lain,pada hakikatnya secara positif iklan
adalah suatu metode yang digunakan untuk memungkinkan barang konsumen dapat
dijual kepada konsumen.
Untuk melihat persoalan iklan dari
segi etika bisnis,kami ingin menyoroti empat hal penting, yaitu fungsi iklan,
beberapa persoalan etis sehubungan dengan iklan, arti etis dari menipu dalam iklan dan kebebasan
konsumen
1. Fungsi iklan
Pada umumnya kita menemukan dua pandangan berbeda
mengenai fungsi iklan.Keduanya menampilkan dua model iklan yang berbeda sesuai
dengan fungsinya masing-masing ,yaitu iklan sebagai pemberi informasi dan iklan
sebagai pembentuk pendapat umum.
a. Iklan sebagai Pemberi Informasi
Pendapat
pertama melihat iklan terutama sebagai pemberi informasi. Iklan merupakan media
untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya kepada masyarakat tentang produk
yang akan atau sedang ditawarkan dalam pasar. Yang ditekankan di sini adalah bahwa iklan berfungsi untuk membeberkan dan
menggambarkan seluruh kenyataannya yang serinci mungkin tentang suatu produk.
Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik produk itu
sehingga akhirnya memutuskan untuk membeli produk itu. Namun, apakah dalam
kenyataannya pembeli membeli produk tersebut atau tidak, itu merupakan sasaran
paling jauh. Sasaran dekat yang lebih mendesak adalah agar konsumen tahu
tentang produk itu, kegunaannya, kelebihannya, dan kemudahan-kemudahannya.
Dalam kaitan
dengan itu, iklan sebagai pemberi informasi menyerahkan keputusan untuk membeli
kepada konsumen itu sendiri. Maka, iklan hanyalahmedia informasi yang netral
untuk membantu pembeli memutuskan secara tepat dalam membeli produk tertentu
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena itu, iklan lalu mirip seperti brosur. Namun, ini tidak berarti iklan yang
informatif tampil secara tidak menarik. Kendati hanya sebagai informasi, iklan
dapat tetap dapat tampil menarik tanpa keinginan untuk memanipulasi masyarakat.
Sehubungan
dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada tiga
pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang
disampaikan sebuah iklan. Pertama,
produsen yang memeiliki produk tersebut. Kedua,
biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensi etisnya: etis, estetik,
infomatif, dan sebagainya. Ketiga,
bintang iklan.
Dalam
perkembangan di masa yang akan datang, iklan informatif akan lebih di gemari.
Karena, pertama, masyarakat semakin
kritis dan tidak lagi mudah didohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang
tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Kedua, masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan
hanya melebih-lebihkan suatu produk. Ketiga,
peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan
akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
b. Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Berbeda
dengan fungsi iklan sebagai pemberi informasi, dalam wujudnya yang laik iklan
dilihat sebagai suatu cara untuk mempengaruhi pendapat umum masyarakat tentang
sebuah produk. Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa
pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa konsumen
untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang
manupulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen
untuk membeli produk tersebut. Karena itu, model iklan ini juga disebut sebagai
iklan manipulatif.
Secara etis,
iklan manipulasi jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia, dan segala aspek kehidupannya, sebagai alat demi tujuan
tertentu di luar diri manusia. Iklan persuasif sangat beragam sifatnya sehingga
kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya iklan semacam itu. Bahkan batas
antara manipulasi terang-terangan dan persuasi kadang-kadang sulit ditentukan.
Untuk bisa
membuat penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada baiknya kita
bedakan dua macam persuasi: persuasi rasional dan persuasi non-rasional. Persuasi rasional tetap mengahargai
otonomi atau kebebasan individu dalam membeli sebuah produk, sedangkan persuasi non-rasional tidak
menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Suatu
persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi argumen
itu. Persuasi rasional bersifat impersonal.ia tidak di hiraukan siapa sasaran
dari argumen itu.yang penting adalah isi argumen tepat.dalam kaitan dengan
iklan,itu berati bahwa iklan yang mengandalkan persuasi rasional lebih
menekankan isi iklan yang mau disampaikan .jadi,kebenaran iklan itulah yang
ditonjolkan dan dengan demikian konsumen terdorong untuk membeli produk
tersebut.maka,iklan semacam itumemang berisi informasi yang benar,hanya saja
kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang sedemikian menonjol
dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.dengan kata
lain,persuasinya didasarkan pada fakta yang bisa dipertanggung jawabkan.
Berbada
dengan persuasi rassional, non-rasional umumnya hanya memanfaatkan aspek
(kelemahan) psikologis manusia untuk membuat konsumen bisa terpukau, tertarik,
dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak
pada argumen yang berifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Maka, yang
di pentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara
(desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logikaiklan tidak
diperhatikan dengan baik.
Iklan yang
menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat
non-rasional. Pertama, karena iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa
yang sebenarnya, melainkan memanipulasi aspek psikologis manusia melalui
penampilan iklan yang menggiurkan dan penuh bujuk rayu. Kedua, karena iklan
semacam ini merongrong kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen dipaksa dan
didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan , bukan atas dasar
pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenaranya.
2. Beberapa
Persoalan Etis
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh
iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan persuasif non-rasional. Pertama, iklan merongrong otonomi dan
kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas sekali terlihat. Iklan membuat
manusia tidak lagi dihargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya untuk
membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern
sesungguhnya adalah pilihan iklan. Manusia didikte oleh iklan dan tunduk pada
kemauan iklan, khususnya iklan manupulatif dan persuasif yang tidak rasional.
Ini justru sangat bertentangan dengan imperatif moral Kant bahwa manusia tidak
boleh diperlakukan hanya sebagai alat demi kepentingan lain di luar dirinya,
termasuk dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Pada fenomena iklan
manipulatif, manusia benar-benar menjadi objek untuk mengeruk keuntungan
sebesar-besarnya dan tidak sekedar di beri informasi untuk membantunya memilih
produk tertentu.
Kedua, dalam
kaitan dengan itu, iklan manipulatif dan persuasif non-rasional menciptakan
kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif. Secara
ekonomis hal ini tidak baik karena dengan demikian akan menciptakan permintaan
ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat memacu prduktivitas kerja
manusia hanya memenuhi kebutuhan hidupnya yang bertambah dan meluas itu. Namun,
di pihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang dianggap manusia sebagai kebutuhannya
sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
Ketiga, yang
menjadi persoalan etis yang serius adalah bahwa iklan manipulatif dan persuasif
non-rasional malah membentuk dan menentukan identitas atau citra memiliki
barang sebagaimana ditawarkan iklan. Ia belum merasa diri penuh kalau belum
memakai minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal, dan seterusnya.
Identitas manusia modern lalu hanyalah identitas massal, serba sama, serba
tiruan, serba polesan, serba instan.
Keempat, bagi
masyarakat Indonesia dengan tingkat perbedaan ekonomi dan sosial yang tinggi,
iklan merongrong rasa keadilan sosial masyarakat. Iklan yang menampilkan yang
serba mewah sangat ironis dengan kenyataan sosial di mana banyak anggota
masyarakat masih berjuang untuk sadar hidup. Iklan yang mewah tampil seakan
tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.
Kendati dalam kenyataan praktis sulit menilai secara
umum etis tidaknya iklan tertentu, ada baiknya kami paaparkan beberapa prinsip
yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan. Pertama, iklan tdak boleh
menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya konsumen. Masyarakat
dan konsumen tidak boleh diperdaya oleh iklan untuk membeli produk tertentu.
Mereka juga tidak boleh dirugikan hanya karenatelah diperdaya oleh iklan
tertentu. Kedua, iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu,
khususnya menyangkut keamanan dan keselamatan manusia. Ketiga, iklan tidak
boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-terangan.
Keempat, iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan
moralitas: tindak kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi,
perendahan martabat manusia dan sebagainya.
3. Makna Etis
Menipu dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk
pendapat umum, iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk atau bahkan
sebuah perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentukk bukan terutama
karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri, melainkan terutama terbentuk
oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan apa yang
disampaikan dalam iklan itu, entah secara tersurat ataupun tersirat. Karena
itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat dan
misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini
adalah prinsip kejujuran, yakni mengatakan hal yang benar dan tidak menipu.
Prinsip ini tidak hanya menyangkut kepentingan banyak orang, melainkan juga
pada akhirnya menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis seluruhnya sebagai
sebuah profesi yang baik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang dan
karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan
pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu atau yang
menampilkan pernyataan yang bisa menimbulkan penafsiran yang keliru pada pihak
konsumen yang sesungguhnya berhak mendapatkan informasi yang benar apa adanya
tentang produk yang ditawarkan dalam pasar. Dengan kata lain, berdasarkan
prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang
mem beri pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
4. Kebebasan
Konsumen
Setelah kita melihat fungsi iklan, masalah etis dalam
iklan, dan makna etis dari menipu dalam iklan, ada baiknya kita singgung
sekilas mengenai peran iklan dalam ekonomi, khususnya pasar. Iklan merupakan
suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara
produsen dan konsumen. Secara lebih konkrit, iklan menentukan pula hubungan
penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut
pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklananan tentu saja sangat diharapkan
untuk membatasi pengaruh iklan ini. Tetapi, perumusan kode etik ini harus
melibatkan berbagai pihak: ahli etika, konsumen (atau lembaga konsumen), ahli
hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa
harus berarti merampas kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah
bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar-benar
punya komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun,
kalau ini pun tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis, dalam
bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa
kompromi dari pemerintah, melalui departemen terkait, untuk menegakkan dan
menjamin iklan yang baik bagi masyarakat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar