ETIKA
BISNIS
IKLAN
YANG MELANGGAR ETIKA BISNIS
Nama :
Stira Panut
NPM
: 16210698
Kelas
: 4EA21
Jurusan : Manajemen
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
GUNADARMA
BEKASI
2014
IKLAN YANG
MELANGGAR ETIKA BISNIS
Banyak produk iklan yang kini
beredar di masyarakat melanggar etika bisnis. Hal ini
disebabkan iklan, yang pada hakikatnya bersifat manusiawi dan berfungsi sebagai
media pemberi informasi dan representasi, dimanfaatkan secara berlebihan demi
tujuan bisnis semata. Terkadang demi kepentingan mencari pangsa pasar, tak
jarang iklan berubah menjadi media disinformasi, manipulasi, dan dominasi, yang
mengandung bias serta cenderung memberikan pemahaman yang keliru mengenai
produk yang sebenarnya.
Fenomena ini
telah menyebabkan munculnya kejahatan kolektif secara simbolik (symbolic
collective crime), yang terjadi karena sikap masyarakat yang belum kritis. Asosiasi
profesi bisnis iklan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI),
segera menyusun kode etik yang menjadi pegangan untuk melaksanakan bisnis iklan
secara jujur dan manusiawi sehingga tak sampai melanggar etika dan merugikan
masyarakat. Asosiasi inilah yang nantinya memonitor praktik bisnis iklan dan
memberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang
ditimbulkannya.
Iklan yang melanggar norma.
Etika dalam Periklanan
Untuk
membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis.
Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan
harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Etika?
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI).
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI).
Ciri-ciri iklan yang baik :
1. Etis: berkaitan dengan kepantasan.
2. Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market,
target audiennya, kapan harus ditayangkan?
3. Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik
khalayak.
Contoh Penerapan Etika
a. Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit
orang merokok.
b. Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara
realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
c. Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan
orang mandi secara utuh.
ETIKA SECARA UMUM
1.
Jujur : tidak
memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
2.
Tidak memicu
konflik SARA
3.
Tidak mengandung pornografi
4.
Tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.
Tidak melanggar
etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.
Tidak plagiat
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini
kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri,
harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang
bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian
(enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh
perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata
superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan
“ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu
kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas
terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya
dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari
Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan
untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak
tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan,
ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh
digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan
yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh
menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas
menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal
tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata
“Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain.
Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan
jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan
dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen
mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau
jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat
dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat
pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara
lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya
pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji
yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan
atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap
takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak
langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan
membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan
produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh
menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat
massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan
yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia
semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat
jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah
persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan
adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu,
harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap
uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian
tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak
boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk
memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak
boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun
hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda
“specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian
kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga,
kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus
merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk
melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan
pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas
dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus
dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi
pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau
janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh
penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak
diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat
dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria
yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka
metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas.
Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau
verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak
langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap
efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan
penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru
iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing,
ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi
baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun
eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek,
logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik
baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan
tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh
sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun
terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh
menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan
khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika
telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan
Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau
kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh
mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan
atau alasan apa pun.
27. Khalayak
Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh
menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani
mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan
mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu
siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual,
bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan
kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama Isi Iklan
EPI juga mengatur:
1. Tata Krama Ragam Iklan
Ex: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media
nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran
utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
2. Tata Krama Pemeran Iklan
Ex: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang
berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau
mengornamenkan perempuansehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat,
dan martabat mereka; dll.
3. Tata Krama Wahana Iklan
3. Tata Krama Wahana Iklan
Ex: Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus
juga mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan
cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai
pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.
IKLAN “BUILD IN” DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Kenapa dengan “Build-in”?
a. Kasus iklan “build-in” memang
sangat menarik. Satu hal yang pasti, strategi ini memang membuat proses
penanyangan iklan menjadi jauh lebih singkat karena tidak ada proses produksi
iklan (cukup dalam bentuk teks/brief saja) dan segala “tetek-bengek” di
belakangnya (persetujuan atas ide dan eksekusi iklan, lay-out/story- board, tes
via FGD dlsb), tidak ada proses sensor (via LSF unt. iklan TV) bahkan tidak
perlu melaporkan ke BPOM untuk produk obat-obatan yang sebenarnya diwajibkan
untuk melaporkan iklan/kampanyenya terlebih dahulu.
b. Kondisi ‘singkat-mudah- murah’ ini justru wajib kita cermati dengan
hati-hati sekali karena akan muncul peluang yang relatif jauh lebih besar untuk
terjadinya pelanggaran- pelanggaran etika di sini. Kuncinya ada di tangan
produser dari program-program TV/radio yg disponsori tsb.
c. Produser program harus memahami dengan benar etika beriklan dari suatu
produk dan tidak semata-mata berorientasi finansial saja. Pihak
produsen/pengiklan (dan media agencynya, bila brief untuk kampanye “build-in”
ini datang darinya) juga harus benar-benar memahami apa saja resiko yang
dihadapinya dgn melakukan proses ‘short-cut’ (dgn melakukan strategi “build-in”
campaign) atas proses promosi produknya.
Kitab EPI sudah mengantisipasi hal ini dan sudah mencantumkan beberapa
pasal yang mengatur iklan-iklan “build-in” khususnya di media Radio/Televisi
(media elektronik):
1. Prinsip yang digunakan adalah (sama dengan prinsip iklan advertorial
pada media cetak); iklan harus dapat dibedakan dengan suatu berita atau isi
program.
2. Secara etika, kalau suatu iklan ditayangkan dalam format adlibs, maka si
penyiar/pembawa acara harus memberikan pengantar sebelumnya bahwa informasi
yang akan dibacakan berikutnya adalah suatu iklan.
3. Dari sudut pandang EPI, suatu kampanye “build-in” suatu produk adalah
sah-sah saja selama pemirsa/konsumen mendapatkan informasi yang jelas bahwa
suatu bagian dari program tsb. adalah sponsor/kampanye dari suatu produk/jasa
dan tidak dengan disengaja disamarkan dan/atau digabungkan dalam suatu program
siaran.
4. Bila program itu berupa film (misalnya sinetron), untuk menghindari
kesan “aneh” bila tiba2 aktor/aktrisnya harus mengatakan suatu dialog yg
berhubungan dengan sponsorship tertentu, maka minimal dalam credit title di
akhir film tsb. hal ini bisa dicantumkan.
5. Produk apapun juga yang menggunakan strategi berkampanye “build-in”
seharusnya tetap mematuhi aturan/etika mengenai iklan produk/kategori produk
tsb. Dalam kasus di atas, benar adanya bahwa untuk iklan obat-obatan (juga
kosmetik dan produk-produk lainnya yang efeknya membutuhkan waktu tertentu),
tidak diperkenankan memberikan kesan mempunyai dampak seketika.
6. Iklan/kampanye produk obat-obatan juga diwajibkan mencantumkan
“warning”: Baca Aturan Pakai dst. selain juga diwajibkan mencantumkan nama
produsennya. Dalam suatu kampanye “build-in” petunjuk dan informasi ini juga
wajib diucapkan oleh penyiar/pembawa acara.
7. Bila produk yang akan ditampilkan
dalam bentuk “build-in” itu adalah iklan rokok atau produk yg ditujukan khusus
bagi individu dewasa (“intimate product”), maka dianjurkan agar pemunculan
program tsb adalah di atas pk. 21.30. Produk rokok juga diwajibkan
mencantumkan/ menyebutkan “warning” sesuai aturan pemerintah.
Contoh Iklan yang
melanggar Etika Bisnis
http://www.youtube.com/watch?v=Ec3EHspjxrM
http://www.youtube.com/watch?v=Ec3EHspjxrM
Menurut
saya iklan ini kurang etis dan tidak mendidik karena disini dijelaskan
tips bagaimana cara cowok rider
mendapatkan cewek. Dalam arti bahwa hanya dengan membeli dan memakai celana dalama
rider dan berslogan “ADEM BENER” maka para cowok akan bisa mendapatkan cewek
dengan mudah. Padahal faktanya tidak begitu karena lebih banyak tips n trik
yang lebih masuk akal dalam menggaet cewek.
Dalam
iklan ini ditampilkan adegan seorang cowo yang sedang memperbaiki mobilnya dan
disitu ada dua cewe yang sedang memperhatikan pakaian dalam pria yaitu rider.
Menurut saya tidak seharusnya begitu apabila cewe memperhatikan cowo dan
langsung fokus melihat kepakaian dalam pria yang secara kebetulan menyembul
keluar. Tidak ada sisi etisnya.
Dalam
tayangan ini kita disuguhkan oleh pemandangan diseputar gunung karang atau
tebing yg panas n gersang. Tapi menurut saya tidak ada keterkaitan
antara slogan pakaian dalam pria yaitu “Gaya rider adem beneeerrr... karena perbandingan pada pria yang dibelakangnya. Ada yng mengenakan
sarung dalam kondisi panas terik ditepi tebing.
Maka dari itu wajar saja dia merasa kepanasan karena salah kostum
dibanding pria rider yang mengenakan kaos n jeans.
Demikianlah
menurut saya contoh iklan yang melanggar etika bisnis periklanan. Dan berikut
ini saya beri contoh lain yang menurut saya juga melanggar etika bisnis
periklanan Indonesia.
Contoh lain :
1. Iklan yang tidak etis : XL RP 1 Bisa.
XL Axiata
meluncurkan program Promo inovatif “Rp 1 Bisa”. Program ini merupakan
salah satu bentuk apresiasi XL untuk pelanggan berupa tarif Rp 1/SMS ke semua
operator. Iklan ini tidak etis karena terang-terangan menyarankan
untuk kawin lagi.
2. Iklan Mie sedap cup yang diperankan
raditya dika. Karena dlm iklan ini mie sedap “Pengen gw pacarin”. Seolah-olah
mie sedap itu manusia yang mengerti isi hati manusia sehingga mau dipacarin.
DAFTAR
REFERENSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar