Kamis, 09 Januari 2014

ETIKA BISNIS # IKLAN YANG MELANGGAR ETIKA BISNIS



ETIKA BISNIS
IKLAN YANG MELANGGAR ETIKA BISNIS









Nama  :  Stira Panut
NPM : 16210698
Kelas : 4EA21
Jurusan  : Manajemen



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2014
IKLAN YANG MELANGGAR ETIKA BISNIS
Banyak produk iklan yang kini beredar di masyarakat melanggar etika bisnis. Hal ini disebabkan iklan, yang pada hakikatnya bersifat manusiawi dan berfungsi sebagai media pemberi informasi dan representasi, dimanfaatkan secara berlebihan demi tujuan bisnis semata. Terkadang demi kepentingan mencari pangsa pasar, tak jarang iklan berubah menjadi media disinformasi, manipulasi, dan dominasi, yang mengandung bias serta cenderung memberikan pemahaman yang keliru mengenai produk yang sebenarnya.
Fenomena ini telah menyebabkan munculnya kejahatan kolektif secara simbolik (symbolic collective crime), yang terjadi karena sikap masyarakat yang belum kritis. Asosiasi profesi bisnis iklan, seperti Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI), segera menyusun kode etik yang menjadi pegangan untuk melaksanakan bisnis iklan secara jujur dan manusiawi sehingga tak sampai melanggar etika dan merugikan masyarakat. Asosiasi inilah yang nantinya memonitor praktik bisnis iklan dan memberi sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran dan kerugian yang ditimbulkannya.
Iklan yang melanggar norma.
Etika dalam Periklanan
Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Etika?

Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI).
Ciri-ciri iklan yang baik :
1.      Etis: berkaitan dengan kepantasan.
2.      Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?
3.      Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
Contoh Penerapan Etika
a. Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
b. Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
c. Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.
ETIKA SECARA UMUM
1.      Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
2.      Tidak memicu konflik SARA
3.       Tidak mengandung pornografi
4.      Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5.      Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
6.       Tidak plagiat
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1.      Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2.      Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3.      Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4.      Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5.       Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6.      Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7.      Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8.      Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9.      Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10.  Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11.  Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12.  Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13.  Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14.  Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15.  Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16.  Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17.  Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18.  Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19.  Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20.  Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21.  Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22.  Peniruan: (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23.  Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24.  Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25.   Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26.  Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27.   Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama Isi  Iklan EPI juga mengatur:
1. Tata Krama Ragam Iklan
Ex: Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
2. Tata Krama Pemeran Iklan
Ex: Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuansehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat, harkat, dan martabat mereka; dll.

3. Tata Krama Wahana Iklan
Ex: Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus juga mencantumkan cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan cepat; Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.


IKLAN “BUILD IN” DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Kenapa dengan “Build-in”?
a.  Kasus iklan “build-in” memang sangat menarik. Satu hal yang pasti, strategi ini memang membuat proses penanyangan iklan menjadi jauh lebih singkat karena tidak ada proses produksi iklan (cukup dalam bentuk teks/brief saja) dan segala “tetek-bengek” di belakangnya (persetujuan atas ide dan eksekusi iklan, lay-out/story- board, tes via FGD dlsb), tidak ada proses sensor (via LSF unt. iklan TV) bahkan tidak perlu melaporkan ke BPOM untuk produk obat-obatan yang sebenarnya diwajibkan untuk melaporkan iklan/kampanyenya terlebih dahulu.
b. Kondisi ‘singkat-mudah- murah’ ini justru wajib kita cermati dengan hati-hati sekali karena akan muncul peluang yang relatif jauh lebih besar untuk terjadinya pelanggaran- pelanggaran etika di sini. Kuncinya ada di tangan produser dari program-program TV/radio yg disponsori tsb.
c. Produser program harus memahami dengan benar etika beriklan dari suatu produk dan tidak semata-mata berorientasi finansial saja. Pihak produsen/pengiklan (dan media agencynya, bila brief untuk kampanye “build-in” ini datang darinya) juga harus benar-benar memahami apa saja resiko yang dihadapinya dgn melakukan proses ‘short-cut’ (dgn melakukan strategi “build-in” campaign) atas proses promosi produknya.
Kitab EPI sudah mengantisipasi hal ini dan sudah mencantumkan beberapa pasal yang mengatur iklan-iklan “build-in” khususnya di media Radio/Televisi (media elektronik):
1. Prinsip yang digunakan adalah (sama dengan prinsip iklan advertorial pada media cetak); iklan harus dapat dibedakan dengan suatu berita atau isi program.
2. Secara etika, kalau suatu iklan ditayangkan dalam format adlibs, maka si penyiar/pembawa acara harus memberikan pengantar sebelumnya bahwa informasi yang akan dibacakan berikutnya adalah suatu iklan.
3. Dari sudut pandang EPI, suatu kampanye “build-in” suatu produk adalah sah-sah saja selama pemirsa/konsumen mendapatkan informasi yang jelas bahwa suatu bagian dari program tsb. adalah sponsor/kampanye dari suatu produk/jasa dan tidak dengan disengaja disamarkan dan/atau digabungkan dalam suatu program siaran.
4. Bila program itu berupa film (misalnya sinetron), untuk menghindari kesan “aneh” bila tiba2 aktor/aktrisnya harus mengatakan suatu dialog yg berhubungan dengan sponsorship tertentu, maka minimal dalam credit title di akhir film tsb. hal ini bisa dicantumkan.
5. Produk apapun juga yang menggunakan strategi berkampanye “build-in” seharusnya tetap mematuhi aturan/etika mengenai iklan produk/kategori produk tsb. Dalam kasus di atas, benar adanya bahwa untuk iklan obat-obatan (juga kosmetik dan produk-produk lainnya yang efeknya membutuhkan waktu tertentu), tidak diperkenankan memberikan kesan mempunyai dampak seketika.
6. Iklan/kampanye produk obat-obatan juga diwajibkan mencantumkan “warning”: Baca Aturan Pakai dst. selain juga diwajibkan mencantumkan nama produsennya. Dalam suatu kampanye “build-in” petunjuk dan informasi ini juga wajib diucapkan oleh penyiar/pembawa acara.
7.  Bila produk yang akan ditampilkan dalam bentuk “build-in” itu adalah iklan rokok atau produk yg ditujukan khusus bagi individu dewasa (“intimate product”), maka dianjurkan agar pemunculan program tsb adalah di atas pk. 21.30. Produk rokok juga diwajibkan mencantumkan/ menyebutkan “warning” sesuai aturan pemerintah.

Contoh Iklan yang melanggar Etika Bisnis

 http://www.youtube.com/watch?v=Ec3EHspjxrM
http://www.youtube.com/watch?v=Ec3EHspjxrM

Menurut saya iklan ini kurang etis dan tidak mendidik karena disini dijelaskan tips  bagaimana cara cowok rider mendapatkan cewek. Dalam arti bahwa hanya dengan membeli dan memakai celana dalama rider dan berslogan “ADEM BENER” maka para cowok akan bisa mendapatkan cewek dengan mudah. Padahal faktanya tidak begitu karena lebih banyak tips n trik yang lebih masuk akal dalam menggaet cewek.
Dalam iklan ini ditampilkan adegan seorang cowo yang sedang memperbaiki mobilnya dan disitu ada dua cewe yang sedang memperhatikan pakaian dalam pria yaitu rider. Menurut saya tidak seharusnya begitu apabila cewe memperhatikan cowo dan langsung fokus melihat kepakaian dalam pria yang secara kebetulan menyembul keluar. Tidak ada sisi etisnya.
Dalam tayangan ini kita disuguhkan oleh pemandangan diseputar gunung karang atau tebing  yg panas n gersang.  Tapi menurut saya tidak ada keterkaitan antara slogan pakaian dalam pria yaitu “Gaya rider adem beneeerrr...  karena perbandingan pada  pria yang dibelakangnya. Ada yng mengenakan sarung dalam kondisi panas terik ditepi tebing.  Maka dari itu wajar saja dia merasa kepanasan karena salah kostum dibanding pria rider yang mengenakan kaos n jeans.
Demikianlah menurut saya contoh iklan yang melanggar etika bisnis periklanan. Dan berikut ini saya beri contoh lain yang menurut saya juga melanggar etika bisnis periklanan Indonesia.
Contoh lain :
1. Iklan yang tidak etis : XL RP 1 Bisa.  XL Axiata  meluncurkan program Promo inovatif “Rp 1 Bisa”. Program ini merupakan salah satu bentuk apresiasi XL untuk pelanggan berupa tarif Rp 1/SMS ke semua operator. Iklan ini tidak etis karena terang-terangan menyarankan untuk kawin lagi.
2. Iklan Mie sedap cup yang diperankan raditya dika. Karena dlm iklan ini mie sedap “Pengen gw pacarin”. Seolah-olah mie sedap itu manusia yang mengerti isi hati manusia sehingga mau dipacarin.
















DAFTAR REFERENSI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar